Jakarta, TAMBANG – Pemerintah Indonesia gres saja bergabung dengan Clean Energy Demand Initiative (CEDI), suatu acara inisiatif Pemerintah Amerika Serikat yang bersedia melakukan investasi di sektor energi bersih yang resmi diluncurkan pada program COP-26 di Pavilion US, Glasgow, United Kingdom.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif menyebut hal ini menjadi dukungan Indonesia kepada dunia internasional dalam mengerjakan mitigasi pergantian iklim dan peningkatan ekonomi hijau (green economy).
“Arahan Presiden sejalan dengan The Clean Energy Demand Initiative dan ialah inisiatif positif pinjaman internasional yang kita perlukan untuk mempercepat langkah-langkah kami dalam meraih sasaran NDC kami pada tahun 2030 dan kesannya mencapai Net Zero Emissions sebelum tahun 2060,” kata Arifin, dikutip informasi resmi, Senin (8/11).
Bergabungnya Indonesia, kata Arifin, dapat memperkuat kolaborasi dengan pemerintah serta entitas bisnis yang berpengaruh di Amerika Serikat guna mengiklankan investasi energi bersih. “Saya mengucapkan rasa terima kasih dan apresiasi kami kepada Pemerintah AS yang telah mengundang kami untuk bergabung dalam inisiatif ini. Saya menantikan pembahasan lebih lanjut tentang kolaborasi kami,” harapnya.
Indonesia sendiri terus mengimplementasikan pembangunan ekonomi dan industri hijau yang salah satunya lewat pengembangan daerah industri hijau dengan mempergunakan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan dalam (EBT) skala besar.
“Saat ini sedang dikembangkan PLT Air skala besar berkapasitas 9 GW di Provinsi Kalimantan Utara yang terintegrasi dengan pengembangan industri hijau di bawah acara Renewable Energy Based Industry Development (REBID). Program ini juga akan dikembangkan di tempat lain mirip Papua,” jelas Arifin.
Di samping itu, mulai tahun 2025 akan ada pengembangan Super Grid sebagai bab dari penyediaan kanal energi bagi penduduk setempat di seluruh wilayah Indonesia. Sementara untuk peningkatan pengembangan Green Grid didukung dengan adanya pembiasaan regulasi perihal penggunaan jaringan bersama (power wheeling) guna mengakomodasi transfer pribadi daya listrik dari sumber EBT ke kemudahan operasional perusahaan dengan menggunakan jaringan PLN yang ada.
“Semua upaya transisi energi kita akan membutuhkan infrastruktur yang berpengaruh, teknologi mutakhir, dan pembiayaan yang mencukupi. Investasi besar diharapkan untuk membangun infrastruktur EBT,” ungkap Arifin.
Upaya lain yang ditempuh pemerintah adalah mengijinkan industri dan konsumen untuk mengambil bagian dalam pengembangan EBT dengan menemukan Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) yang diberikan oleh PT PLN (Persero). Layanan ini hadir bagi yang menginginkan pengesahan atas penggunaan listrik dari sumber EBT, seperti pemasangan panel surya atap.
“Instalasi panel surya atap akan menambah faedah bagi industri dan komersial sebab akan menawarkan listrik dari sumber energi terbarukan, menghemat emisi serta tagihan listrik mereka,” terperinci Arifin.
Masuknya Indonesia menjadi anggota CEDI sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo sebelumnya yang menyebutkan bahwa transformasi energi Indonesia menuju EBT mesti didorong dan diperkuat secara serius semoga bisa bersaing dengan negara maju.
“Ekonomi hijau, teknologi hijau, dan produk hijau perlu ditingkatkan semoga Indonesia dapat lebih berdaya saing di pasar global,” tegas Arifin.