Jakarta, TAMBANG – Merebaknya virus Corona dalam sebulan terakhir belum menawarkan imbas signifikan pada sektor tambang Indonesia, utamanya komoditas kerikil bara. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Minyak dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Komisi VII dewan perwakilan rakyat RI di Gedung Nusantara Jakarta, Selasa (11/2).
Meskipun Tiongkok ialah tujuan ekspor terbesar Indonesia, seluruh kegiatan investasi maupun operasional komoditas kerikil bara masih berlangsung normal. Apalagi ekspor selama ini masih dijadikan sebagai kebutuhan energi pembangkit, bukan barang industri. Kurang lebih 30 persen dari total produksi kerikil bara Indonesia diekspor ke Negeri Tirai Bambu.
“Corona jika dari segi batu bara mungkin belum (memiliki efek), ini kan baru sebentar. Mungkin jikalau kami lihat alasannya adalah selaku energi bukan komoditas untuk industri,” terang Bambang di DPR, Selasa (11/2).
Bila penyebaran Corona berjalan dalam waktu usang, sambung Bambang, tak menutup kemungkinan memberikan sentimen negatif pada kelangsungan komoditas batubara.
“Kalau telah enam bulan baru kelihatan. Saya gak tau akhir kapan (virusnya). Kita lihat nanti,” tegasnya.
Sejauh ini, Pemerintah belum mendapatkan laporan khusus atas terganggunya aktivitas perdagangan Indonesia – China di sektor mineral dan batu bara akhir penyebaran Corona.
“Perusahaan belum ada yang tiba ke kami untuk meminimalkan bikinan atau ekspor ke Tiongkok,” kata Bambang.
Sentil HBA Februari
Corona sendiri menjadikan lesunya industri Tiongkok sehingga berujung pada persediaan (stockpile) yang semakin menepis. Merosotnya pasokan batubara Tiongkok menyebabkan Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Februari 2020 ikut terkerek ke angka USD 66,89 per ton.
“Harga watu bara naik sedikit,” ungkap Bambang.
Catatan HBA bulan ini naik tipis dibanding bulan Januari yang berada di level USD65,93 per ton atau naik 1,45 persen (USD0,96 per ton). Ketentuan HBA tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 43 K/32/MEM/2020 dan berlaku sejak 1 Februari 2020.
Faktor lain yang menjadi mayoritas atas pembentuk HBA yaitu bencana kebakaran yang sempat melanda Australia serta meningkatnya seruan watu bara di sejumlah negara mirip Jepang dan Korea Selatan selama isu terkini acuh taacuh. Sementara India dan Tiongkok menghalangi impor dan memanfaakan buatan dalam negerinya sendiri.
HBA bulan Februari akan digunakan untuk penjualan pribadi (spot) selama satu bulan pada titik serah pemasaran secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).