Jakarta, TAMBANG – Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menjalin koordinasi dengan China National Coal Association (CNCA). Keduanya meneken memorandum of understanding (MoU). Isinya, bersepakat akan membangun jalinan jual beli dan investasi sektor batu bara antara Indonesia dan China.
Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir mengungkapkan, kolaborasi itu dinilai penting karena melibatkan dua pemain besar industri kerikil bara dunia. Di mana Indonesia selaku negara eksportir watu bara terbesar, sedangkan China ialah negara importir paling besar, sekaligus produsen batu bara terbesar dunia.
“Secara resminya memang untuk mempererat relasi, tetapi juga untuk membuka jalur komunikasi yang lebih dalam jadi lebih intens,” ungkap Pandu di Kantor APBI, Jumat (24/5).
Dengan kerja sama ini, sambung Pandu, batu bara yang dari Indonesia mampu menjadi prioritas di China. Batu bara merupakan komoditas ekspor nonmigas paling besar kedua Indonesia. Sehingga memiliki peran signifikan di saat jual beli dunia sedang dalam kondisi pelemahan global, balasan dibayangi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Tahun lalu, ekspor kerikil bara Indonesia ke China mencapai sekitar 125 juta ton, atau sekitar 25 persen pangsa ekspor kerikil bara nasional. Sedangkan dari segi China, impor dari Indonesia mencakup sekitar 45 persen dari total impor kerikil bara.
Sebagai info, bikinan domestik China tahun lalu mencapai 3 miliar ton lebih. Tingginya kebutuhan itu turut didorong oleh pesatnya industri hilirisasi batu bara dalam negeri.
“Dari segi ekspor kita ingin batu bara kita tolong diprioritaskan. Jadi bila kerikil kalori yang kita mau jual daripada negara-negara lain, tolong utamakan watu Indonesia,” kata Pandu.
Kemudian dari sisi teknologi, dibutuhkan nantinya Indoneia mampu melakukan pekerjaan sama untuk membangun infrastruktur energi yang efisien, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pasalnya, ketika ini China ialah pemilik pembangkit listrik berbasis watu bara paling besar di dunia.
“Kita nih sebentar lagi menjadi salah satu yang terbesar juga, alasannya adalah kita masih 60 persen batu bara. Tapi kita juga tentu ingin lebih efisien dan environmental friendly. Mereka sekarang yang paling maju untuk itu, jadi bagaimana kita melakukan pekerjaan sama berinvestasi untuk efisiensi energi dan juga dari segi teknologi,” beber Pandu.
Untuk diketahui, kerjasama APBI dan CNCA berlaku untuk jangka waktu tiga tahun. Keduanya akan saling tukar personil. Agendanya, memperluas wawasan wacana teknologi ramah lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, kenaikan nilai tambah yang hemat, serta saling tukar isu wacana regulasi di kedua negara.
MoU tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir dengan Vice President CNCA, Xie Hongxu. Disaksikan oleh Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Listyowati.