Jakarta, TAMBANG – PT PLN (Persero) memutuskan tidak ada pemadaman listrik balasan kritis pasokan watu bara. PLN menjamin stabilitas pasokan batu bara menyanggupi persyaratan minimal 20 hari operasi untuk seluruh pembangkit PLN maupun IPP. Hal tersebut berkat dukungan kebijakan strategis Pemerintah yang melarang ekspor watu bara dan bahaya pencabutan izin usaha kalau tidak menyanggupi pasokan domestik.
“Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan Presiden. Beliau turun eksklusif memperlihatkan kode yang terperinci. Maka untuk jangka pendek taktik PLN ialah berusaha menyingkir dari pemadaman.” tutur Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo melalui keterangan resminya, Rabu (5/1)
Hingga hari ini, PLN sudah mendapatkan total kesepakatan 13,9 juta ton kerikil bara. Jumlah tersebut berisikan 10,7 juta ton perjanjian eksisting PLN dan IPP, dan 3,2 juta ton kontrak pelengkap.
Tambahan pasokan ini akan masuk ke pembangkit PLN secara sedikit demi sedikit. Kata Darmawan, PLN akan terus mengembangkan kecepatan dan efektivitas bongkar muat kapal pengangkut kerikil bara.
“Upaya kami salah satunya ialah memaksimalkan watu bara yang awalnya akan diekspor mampu dikirim ke pembangkit PLN. PLN harus menentukan 20 juta ton kerikil bara untuk menciptakan ketersediaan kerikil bara di pembangkit listrik dalam keadaan kondusif dengan minimal 20 hari operasi di bulan Januari 2022,” ungkapnya.
Ia memastikan, penyelesaian permanen dan jangka panjang terkait pasokan energi primer PLN sungguh dibutuhkan demi keandalan pasokan listrik ke masyarakat dan ketahanan energi nasional. PLN akan bersusah payah, efektif dan efisien dalam mempertahankan pasokan energi primer pembangkit.
Sebagai langkah antisipasi ke depan, PLN akan melakukan kesepakatan jangka panjang dan perikatan volume dengan swing 20 persen. Sementara harga batu bara tetap akan mengacu pada regulasi pemerintah dengan denah kirim Cost, Insurance and Freight (CIF/beli watu bara dengan harga hingga di tempat) atau bagan Free on Board (FOB/beli kerikil bara di lokasi tambang).
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang pelaku perjuangan untuk melakukan ekspor watu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Hal ini dipertegas oleh Presiden Joko Widodo dengan bahaya akan mencabut izin ekspor hingga pencabutan izin usaha kalau tidak memenuhi keharusan pasok domestik (domestic market obligation/DMO).
“Perusahaan yang tidak menyanggupi mampu dikenai sanksi, kalau perlu tidak cuma cuma pencabutan izin ekspor, namun juga pencabutan izin bisnisnya,” ungkap Jokowi.
Larangan ekspor watu bara digulirkan lewat salinan surat nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang dikeluarkan pada 31 Desember 2021 lalu. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuliskan, kebijakan ini dilaksanakan akibat defisit pasokan batu bara untuk sektor kelistrikan. Hal ini dialami PT PLN (Persero), yang sampai 31 Desember 2021 masih mengalami krisis pasokan kerikil bara.
Meski demikian, sebanyak 25 tambang batu bara di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih mampu melakukan ekspor. Hal tersebut dikonfirmasi melalui postingan akun resmi Instagram Pemprov Kaltim, @pemprov_kaltim, dikutip Rabu (5/1).
Sebanyak 25 perusahaan watu bara itu boleh memasarkan batu bara ke luar negeri alasannya sudah memenuhi keharusan pasok domestik (domestic market obligation/DMO) dengan capaian sebesar 76 persen sampai 100 persen.
“Sudah kami laporkan kepada pimpinan bahwa ada 25 perusahan tambang di Kaltim yang dibolehkan mengekspor kerikil bara sebab DMO mencapai 76-100 persen. Praktis-mudahan mampu memajukan pendapatan asli tempat Kaltim melalui ekspor pertambangan,” kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christianus Benny dalam akun @pemprov_kaltim itu.