Jakarta, TAMBANG – Pemerintah terus mematangkan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 wacana Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba). Salah satu berita yang dibahas tentang status lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Kepala Subdit Bimbingan Usaha Batubara Kementerian ESDM, Heriyanto menuturkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menjadi prioritas atas pengelolaan lahan eks PKP2B. Tapi, prioritas itu diberikan dengan syarat setelah PKP2B menerima perpanjangan perjanjian selama dua kali sepuluh tahun.
“Seluruh daerah eks PKP2B dapat ditetapkan menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang penawarannya akan memberikan prioritas kepada BUMN, tergolong BUMD. Yang dimaksud dengan eks PKP2B yakni yang sudah diberikan perpanjangan dua kali sepuluh tahun,” kata Heriyanto saat menghadiri diskusi bertajuk ‘Masa Depan Tata Kelola Pertambangan’ yang digelar oleh Fraksi Nasdem DPR RI di Jakarta, Senin (27/1).
Namun demikian, sambung Heriyanto, perilaku tersebut sifatnya masih sebatas usulan dari Kementerian ESDM. Sebab, kewenangan persetujuan RUU Minerba berada di bawah kendali DPR RI.
“Ini tawaran kami silahkan bagaimana nanti pembahasan di anggota DPR,” ujarnya.
Di kesempatan berlawanan, Pakar Hukum Pertambangan, Abrar Saleng menyampaikan, PKP2B memang berhak mendapat perpanjangan. Hak tersebut tertuang dalam isi persetujuan PKP2B itu sendiri, dan secara eksplisit diamini oleh UU Minerba, tepatnya pada ketentuan peralihan pasal 169.
“Pasal 169 UU Minerba memberi kesempatan untuk diperpanjang. UU Minerba menghormati perjanjian ,” ungkapnya.
Aturan tersebut diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, yang menyebutkan perpanjangan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), di mana mekanismenya tanpa melalui lelang dengan durasi IUPK dua kali sepuluh tahun.
“Pasal 112 PP 77/2014 menyebutkan persetujuan diubah menjadi IUPK tanpa lelang. Perpanjangan boleh asal memenuhi bagian penerimaan negara yang lebih menguntungkan, kesempatancadangan dan kepentingan nasional, kinerja yang lebih baik, dan memenuhi kriteria teknis,” kata Guru Besar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar itu.
Untuk dikenali, hingga lima tahun mendatang, ada tujuh PKP2B yang mau habis kurun kontraknya, ialah PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Harapan Utama, PT Kendilo Coal Indonesia, dan PT Berau Coal.