Jakarta, TAMBANG– Chevron Corporation (NYSE: CVX) melalui anak perusahaannya, Chevron New Ventures Pte Ltd (Chevron), dan PT Pertamina (Persero) dari Indonesia, mengumumkan kerja sama untuk menjajaki potensi potensi bisnis rendah karbon di Indonesia.

Dengan tujuan untuk melayani konsumen dalam negeri dan potensi pelanggan regional, Chevron dan Pertamina berniat untuk memikirkan teknologi panas bumi gres (novel geothermal); penyeimbangan karbon (carbon offsets) lewat penyelesaian berbasis alam; penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization, dan storage) (CCUS); serta pengembangan, buatan, penyimpanan, dan angkutanhidrogen dengan rendah karbon (lower carbon hydrogen).

Kerja sama ini ialah tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) di Washington, DC yang didatangi oleh Jay Pryor selaku Executive Vice President Business Development Chevron, Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Luhut B Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala BKPM.

“Kami sungguh bergairah dalam membangun sejarah Chevron sampai hampir 100 tahun di Indonesia. MoU ini memberikan janji Chevron dan Pertamina untuk terus mengidentifikasi potensi rendah karbon lewat kolaborasi dan kemitraan antara Chevron, perusahaan energi nasional, dan pemerintah, yang masing-masing memiliki kepentingan bersama dalam mendorong transisi energi nasional,” ungkap Jeff Gustavson, Presiden Chevron New Energies, dikutip Jumat (13/5).

“Melalui kesempatankerja kami di Indonesia, dan seluruh tempat Asia Pasifik, kami berharap dapat menawarkan energi yang terjangkau, hebat, dan selalu higienis, serta membantu industri dan pelanggan yang menggunakan produk kami untuk mencapai tujuan rendah karbon mereka,” imbuhnya.

Kerja sama antara Chevron dan Pertamina ini ialah bagian dari upaya kedua perusahaan untuk mendukung sasaran net zero emission Pemerintah Indonesia pada tahun 2060. Adapun Pertamina berkomitmen meningkatkan bauran energi terbarukan dari 9,2 persen pada tahun 2019 menjadi 17,7 persen di tahun 2030.

“Pertamina, selaku BUMN energi paling besar di Indonesia, terus berkomitmen untuk mempercepat transisi energi sesuai dengan sasaran pemerintah. Kemitraan ini ialah langkah strategis bagi Pertamina dan Chevron untuk saling melengkapi kekuatan masing-masing, serta menyebarkan proyek dan solusi energi rendah karbon untuk mendorong kemandirian dan ketahanan energi dalam negeri,” ujar Nicke .

Indonesia, selaku negara kedua terbesar yang mempunyai kapasitas terpasang panas bumi sudah membuatkan panas bumi sejak tahun 1974. Saat ini, lewat Subholding Power & NRE, Pertamina mempunyai total kapasitas terpasang Geothermal mencapai 1.877 MW yang berasal dari 13 area kerja Geothermal, di mana 672 MW berasal dari area kerja yang dioperasikan sendiri dan 1.205 ialah persetujuan operasi bareng (joint operation contract/JOC).

Area kerja yang dioperasikan sendiri dengan total kapasitas 672 MW tersebut meliputi Area Sibayak 12 MW, Area Lumut Balai 55 MW, Area Ulubelu 220 MW, Area Kamojang 235 MW, Area Karaha 30 MW, dan Area Lahendong 120 MW.

Menurut Nicke, Pertamina juga melakukan diversifikasi pengembangan geothermal antara lain yang dikala ini tengah berjalan sebagai pilot project yaitugreen hydrogen yang dikembangkan di Area Ulubelu dengan sasaran bikinan 100 kg per hari dan brines to power yang dikembangkan di Area Lahendong serta memiliki kesempatankapasitas 200 MW dari beberapa area kerja yang lain.

Nicke menambahkan, melakukan pekerjaan sama dengan banyak sekali pihak, Pertamina juga tengah membuatkan penerapan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization, and Storage (CCUS) sebagai salah satu seni manajemen perseroan meminimalkan emisi karbon di dua lapangan migas adalah Gundih dan Sukowati. Pertamina juga sedang mengkaji komersialisasi penerapan teknologi CCUS di daerah Sumatera.

Pemerintah Indonesia sendiri sudah mempunyai peta jalan transisi energi yang tertuang dalam Grand Strategy Energi Nasional. Dalam peta jalan tersebut, penggunaan energi terbarukan ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025.

Adapun pemerintah menyadari pentingnya pendekatan yang bersifat kolaboratif untuk meraih tujuan rendah karbon.

“Tentunya, upaya untuk meningkatkan proyek energi rendah karbon tidak bisa dilaksanakan sendiri. Kami harap perusahaan minyak dan gas kelas dunia, mirip Pertamina dan Chevron, dapat bekerjasama untuk memangkas emisi karbon dan mendorong transisi energi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pemerintah Indonesia,” tutup Luhut B Pandjaitan.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?