Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif memaparkan sejumlah rancangan strategis yang tengah dilaksanakan Indonesia dalam menuju Net Zero Emission atau netral karbon pada tahun 2060 di lembaga Conference of Parties (COP) yang dijalankan di Glasgow, UK. Di lembaga internasional tersebut Arifin mengatakan, Indonesia ketika ini sudah menyiapkan beberapa infrastruktur penunjang seperti pembangunan jaringan transmisi area luas (Super Grid).
“Indonesia bermaksud mulai membuatkan Super Grid pada tahun 2025 untuk mengatasi kesenjangan antara sumber EBT dan lokasi di daerah yang mempunyai seruan listrik yang tinggi. Sebagai negara kepulauan, kita perlu menyediakan susukan listrik ke seluruh penduduk setempat setempat,” kata Arifin pada acara Ministrial Talks, dalam rangkaian jadwal Conference of Parties (COP) ke-26 di Paviliun Indonesia, Glasgow, UK, mirip dilansir informasi resmi, Selasa (02/11).
Menurut Arifin, selain pengayaan infrastruktur energi dan teknologi, aspek lain yang sungguh menunjang percepatan netral karbon ini yaitu kesiapan ongkos. “Transisi energi menuju net zero emission memerlukan infrastruktur energi, teknologi, dan pembiayaan. Melalui peningkatan infrastruktur seperti interkoneksi jaringan, kita (Indonesia) memiliki peluang untuk memaksimalkan pemanfaatan EBT,” sambung Arifin.
Terkait hal ini, Arifin memastikan peran sektor swasta selaku penopang finansial selain pemerintah dan lembaga keuangan selaku aspek penting dalam mengembangkan dan mempercepat implementasi energi rendah karbon.
“Diperlukan kebijakan dan regulasi yang tepat untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kami berusaha untuk mencapainya dengan mempersempit dan merampingkan kerangka peraturan,” paparnya.
Sementara penerapan teknologi tepat guna juga diperlukan tidak cuma untuk mempertahankan dan meningkatkan keandalan dan efisiensi pasokan, namun juga untuk mengintegrasikan sumber EBT dan mengantisipasi sifat intermitten EBT, seperti matahari dan angin.
“Teknologi yang diharapkan untuk berbagi EBT termasuk jaringan terpelajar (smart grid), smart meter dan tata cara penyimpanan energi termasuk pumped storage dan Battery Energy Storage System (BESS),” ujarnya.
Salah satu upaya tersebut, lanjut Arifin yakni melalui pengukuhan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara 2021 – 2030 dimana porsi sumber energi berbasis EBT melebihi porsi energi fosil, yakni sebesar 51,6% atau setara dengan 20,9 Gigawatt (GW). “Kami mengakui bahwa kerangka peraturan sangat penting untuk mempercepat penyebaran energi terbarukan dan menentukan keberhasilan transisi energi kami,” ungkap Arifin.
Arifin menegaskan, penambahan kapasitas pembangkit listrik hanya akan berasal dari EBT mulai tahun 2035. “Pemanfaatan geothermal dimaksimalkan hingga 75% dari potensi, pembangkit hidro dioptimalkan ke sentra beban di pulau-pulau kecil dalam menyeimbangkan pembangkit listrik VRE,” jelasnya.
Kementerian ESDM sendiri terus menjalin kerja sama secara aktif dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kementerian negara dan forum lainnya dalam menyanggupi sasaran penurunan emisi.
“Namun, kami menyambut baik pertolongan dari sektor swasta, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk membantu kami menyanggupi sasaran ini lebih singkat,” tegasnya.
Sebagai gosip, acara Conference of Parties (COP) ialah pertemuan yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Konvensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang salah satunya membahas kerangka kerja perubahan iklim. Tahun ini COP menyelenggarakan konvensi yang ke 26 sehingga disebut COP-26.