Opini Oleh Ismet Djafar, Pemerhati Energi dan Pertambangan.
Setahun menjabat pada kurun pertama, Presiden Jokowi tidak tega melihat dunia industri kesulitan karena harga gas bumi yang begitu tinggi. Akhir tahun 2015 Presiden Jokowi menemui pelaku perjuangan dan menjanjikan kepada dunia industri nasional untuk menurunkan harga gas bumi untuk kegiatan hilir hingga USD 6 per MMBTU. Enam bulan sesudah janji tersebut diikrarkan atau tepatnya 3 Mei 2016 gres bisa terbit Perpres No 40/2016 yang menjadi dasar kebijakan penurunan harga gas bumi.
Apakah harga gas pribadi turun dengan terbitnya Perpres tersebut? Ternyata tidak.
Dunia industri telah terlanjur berharap tetapi suasana semakin susah. Bahkan selesai 2017 ketika harga minyak dunia turun, cita-cita itu kembali muncul. Akhirnya terbit Permen ESDM 58/2017 tanggal 27 Desember 2017 yang mengatur tentang harga gas bumi dalam pipa untuk kegiatan hilir.
Dengan Permen ESDM tersebut, secara rinci diatur kembali formula atau sistem perkiraan dan penetapan harga gas bumi. Komponen apa saja yang menjadi pembentuk harga gas telah sungguh terperinci. Harga jual gas bumi hilir dibuat oleh harga gas bumi (well head) ditambah ongkos pengelolaan infrastruktur gas bumi dan biaya niaga.
Namun demikian, kenyataannya tidak seperti yang dibutuhkan. Harga gas tetap di atas ongkos pokok buatan. Hanya harga gas untuk pabrik pupuk, pembangkit listrik dan petrokimia milik BUMN yang agak lega, karena mendapat “harga khusus”. Tetapi yang swasta tetap saja kesulitan.
Kawasan industri Medan yang telah memasang pipa distribusi gas, jadinya kembali memakai bahan bakar minyak. PLTG yang sudah commisioning batal beroperasi. Harga USD 9,95 MMBTU sungguh tidak kompetitif bagi industri di Medan. Demikian pula harga USD 8 – 9 MMBTU di Jatim masih sangat tidak murah.
Pertanyaannya, dari tiga bagian tersebut, manakah yang paling signifikan menciptakan harga gas bumi hilir begitu tinggi? Atau dari ketiga komponen tersebut, unsur mana yang bisa ditekan lagi untuk menerima harga yang terjangkau?
Apakah sudah masuk akal biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi yang dimasukkan? Biasanya disini ada “titipan-titipan” yang tidak jelas. Demikian pula pada ongkos niaganya. Ini yang perlu dibuka. Ini yang perlu dibongkar jika harga gas mau diubahsuaikan dengan benar.
Dalam ongkos pengelolaan infrastruktur gas bumi mencakup pengangkutan gas bumi lewat pipa, penyaluran, pencairan, kompresi, regasifikasi, penyimpanan LNG dan pengangkutan LNG.
Tentu kita juga mesti mengamati kondisi tubuh perjuangan niaga gas bumi, agar margin yang mereka dapatkan tetap masih dalam jangkauan IRR yang nyata dan margin yang masuk akal. Tidak mungkin juga kita membiarkan tubuh usaha niaga gas bumi mati pelan pelan.
Oleh sebab itu sangat masuk akal bila Presiden Jokowi memutuskan untuk menangguhkan atau membatalkan kenaikan harga gas bumi untuk kegiatan hilir baik industri maupun komersial semoga unsur utama pembentuk harga gas bumi di tingkat konsumen akhir perlu dievaluasi kembali.