Jakarta, TAMBANG – PT Vale Indonesia, perusahaan tambang dan pengolahan nikel yang berlokasi di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan, mendukung penuh acara pemerintah dalam mempercepat proses transisi energi dari energi fosil ke energi gres terbarukan.
Bagi Vale, akselerasi penggunaan energi higienis menjadi poin mendasar dalam memastikan periode depan perekonomian serta sektor yang lain supaya tetap tersadar dalam konteks keberlanjutan.
Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengungkapkan transisi energi berbasis fosil menjadi mutlak dilaksanakan biar ambisi nol emisi karbon (net zero emission) mampu menjadi keniscayaan dengan perhitungan terwujud pada 2050 mendatang. Langkah yang kerap disebut dekarbonisasi itu, lanjut ia, harus selaras dengan target Persetujuan Paris yakni membatasi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius.
“Jika tidak ada upaya dekarbonisasi yang berkala maka diproyeksikan sektor energi akan menjadi penghasil emisi paling besar di Indonesia pada tahun 2030 dan mempersulit pencapaian sasaran Persetujuan Paris”, papar Fabby dalam Sustainability Forum 2021 dengan tema Dekarbonisasi untuk Masa Depan Berkelanjutan, Selasa (22/3).
Menurutnya, di tahun ini pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan mesti berupaya keras mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan dan mendorong efisiensi energi di bangunan dan industri. Pada 2025, pemerintah harus mencapai target 23% bauran energi terbarukan dan setelah itu mesti memburu emisi sektor energi mencapai puncaknya sebelum 2030.
“Sehingga memang, harus ada upaya akseleratif transisi ke energi bersih, dekarbonisasi. Untuk jangka panjang, ini menunjukkan efek berganda terhadap competitiveness perekenomian kita jadi lebih maksimal,” tegasnya.
Pada sisi lain, Fabby memandang Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah di Tanah Air yang sudah berada pada tatanan transisi energi dengan bauran EBT yang cukup signifikan. Itu seiring dengan pembangunan pembangkit-pembangkit berbasis EBT seperti tenaga bayu (angin), air sampai surya, di mana bauran energi higienis telah berada pada level sekitar 30% dari daya terpasang di Sulsel.
Hal tersebut juga dinilai tidak lepas dari kerja sama seluruh komponen, yang mulai relatif bergairah menerapkan langkah dekarbonisasi pada proses produksi, diantaranya yaitu PT Vale Indonesia Tbk.
“Ini saya rasa telah sangat baguslah, PT Vale sendiri sudah mempunyai peta jalan dekarbonisasi 33% untuk 2030 dan menargetkan sudah net zero di 2050. Tetapi untuk tahapan ke 2050, pasti masih perlu ada assesment lebih lanjut,” papar Fabby.
Pada kesempatan sama, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdana mengemukakan bahwa pemerintah telah menyusun peta jalan transisi energi menuju karbon netral yang diproyeksikan meraih titik optimal pada 2060.
“Kita memang targetkan dekarbonisasi energi menuju Net Zero Emission 2060 atau bahkan lebih singkat tercapai. Bauran EBT sudah secara sarat pada saat itu tercapai. Penurunan emisi 1.562 juta ton CO2,” tegasnya.
Pada segi bauran EBT, papar Dadan, ada sejumlah upaya percepatan yang dikerjakan pemerintah mulai dari solusi Rancangan Pepres Harga EBT, penerapan Permen ESDM PLTS Atap, kemudian mandatori bahan bakar nabati, dukungan insentif fiskal dan non fiskal untuk EBT.
“Kemudian pastinya akomodasi perizinan berupaya segmen EBT, hingga mendorong demand ke energi listrik pada sejumlah acara primer bahkan pada skala personal di penduduk ,” tandasnya.