Jakarta, TAMBANG –Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) Kementerian ESDM akan melaksanakan kajian potensi cadangan watu bara, untuk pemanfaatan teknologi gasifikasi kerikil bara bawah permukaan (Underground Coal Gasification – UCG) di salah satu blok tambang batu bara, di Kalimantan Timur. Uji coba ini akan dijalankan selama empat bulan dari 1 Juni sampai 30 September 2019.
“Kajian mencakup unsur geologi, hidrologi, hidrogeologi, geoteknik dan keekonomian, sehingga akan didapatkan kajian yang komprehensif terkait keekonomian, keamanan dan nilai cadangan batu bara untuk pengembangan UCG di perusahaan kerikil bara di Kalimantan Timur,” ungkap Kepala Puslitbang Tekmira, Hermansyah, dalam informasi resminya, Senin (13/5).
Hermansyah menuturkan, kajian ini dilatarbelakangi oleh status tambang terbuka perusahaan yang telah mencapai kedalaman 200 meter. Kondisi ini hampir meraih pit limit, dimana batas lubang galian tambang kerikil bara terbuka, baik luas permukaan tambang maupun sisi atau dinding tambang dan luas dasar tambang yang mampu dibuka, meraih batas irit serta keselamatan.
Hal ini menjadikan biaya buatan akan makin besar daripada nilai jual watu bara tersebut. Akan namun, sumber daya batu bara di bawah 200 meter tentunya masih sungguh besar dan sungguh disayangkan bila tidak dimanfaatkan secara maksimal. Apalagi luas area perusahaan watu bara tersebut lebih dari 7.000 hektar.
Puslitbang Tekmira memperlihatkan salah satu metode pemanfaatan batubara di kedalaman lebih dari 200 meter, dengan teknologi Gasifikasi Batubara Bawah Permukaan (Underground Coal Gasification (UCG) dilakukan dengan mengekstrak dan mengkonversikan watu bara di bawah permukaan menjadi synthetic nature gas (syn-gas/SNG). Teknologi unkonvensional ini tidak memerlukan penggalian batuan penutup dan lapisan watu bara terlebih dulu.
Selain mampu dimanfatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, teknologi non-konvensional ini juga menghasilkan syngas untuk banyak sekali kebutuhan seperti bahan kimia industri petrokimia (amonia, methanol, dan sebagainya) dan pengerjaan BBM atau BBG sintentis dan bahan kimia industri. UCG juga menghasilkan karbondioksida (CO2) selaku bahan enhance oil recovery (EOR) untuk memajukan produksi minyak nasional. UCG. Biaya bikinan syngas UCG lebih hemat biaya dibandingkan impor LNG.
Teknologi UCG membantu perusahaan watu bara dalam menggunakan watu bara lapisan dalam, yang secara ekonomi tidak pantas ditambang. Biaya modal dan operasionalnya lebih rendah dibandingkan gasifikasi batu bara di permukaan. Perusahaan pun mampu meminimalisir dampak lingkungan serta biaya reklamasi dan paskatambang, karena tidak mengganti bentang alam.
Teknologi UCG telah dimanfaatkan secara komersial di Uzbekistan semenjak tahun 1945 sampai kini. Sejumlah negara mirip Selandia Baru, China, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Afrika Selatan dan India. Juga sudah melaksanakan observasi dan uji coba UCG.
Berdasarkan data dari Badan Geologi (2013), menunjukkan ada sekitar 40 miliar ton watu bara yang berada di bawah tanah (kedalaman lebih dari 150 meter) yang mampu menjadi sumber energi untuk listrik. Diperkirakan kesempatangas batubara yang dapat dihasilkan dari teknologi UCG sekitar 13,5 kali lipat dari potensi gas saat ini.