Jakarta, TAMBANG – Pemerintah lewat Kementerian ESDM memutuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan format yang sama seperti tahun kemudian.
“Masih sama dengan tahun lalu,” tutur Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (7/1).
Menurutnya, setiap perusahaan tambang watu bara wajib memasok ke pasar lokal sebesar 25 persen dari planning bikinan. Selain itu, Pemerintah juga masih memberlakukan diskon untuk PT Perusahaan Listrik Negara dengan batas USD 70 per ton jika harga pasar melonjak lebih dari USD 70 per ton.
“Komitmen Pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini didasari atas pertimbangan kebutuhan dalam negeri dan keberlanjutan perjuangan,” kata Agung.
Lebih lanjut Agung menyatakan Pemerintah sudah merencanakan sanksi tegas kepada para pemegang izin perjuangan yang bolos dari keharusan tersebut.
“Kalau beleid sebelumnya cuma pemotongan kuota bikinan di tahun berikutnya kali ini berupa keharusan mengeluarkan uang kompensasi kepada sejumlah kelemahan penjualan,” kata Agung.
Patokan harga potongan harga tersebut, jelas Agung, merupakan harga titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut dan menjadi batas-batas harga tertinggi bila Harga Batubara Acuan (HBA) melebihi harga tersebut.
Pemerintah sendiri memilih penjualan batu bara didasarkan atas spesifikasi pola pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan ash 15 persen.
Adapun syarat yang mesti dipenuhi bagi tubuh usaha penyuplaitenaga listrik untuk kepentingan umum wajib menyanggupi persetujuan yang telah disepakati dengan pemegang IUP. Kemudian membuat perencanaan pemenuhan keperluan kerikil bara tahun selanjutnya dengan mengutamakan prosedur kesepakatan jangka panjang.
Semua ketentuan yang berlaku sejak 1 Januari 2020 tersebut telah ditetapkan melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif melalui Keputusan Menteri Nomor 261 K/30/MEM/2019 perihal Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020.