Jakarta, TAMBANG – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan somasi UU Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Minerba. Dalam persidangan tersebut, Hakim MK Arief Hidayat menyebut alasan yang dibangun para pemohon belum pantas.
“Masih lemah dalam menguraikan legal standing-nya, padahal ini pintu masuk apakah MK harus meneruskan atau tidak perkara ini bisa sampai diperiksa ke pokok permintaan,” ungkap Arief dalam sidang terbuka yang disiarkan secara eksklusif lewat akun resmi MK, Jakarta, Kamis (23/7).
Salah satu pokok gugatan yang menjadi sorotan dalam uji bahan UU Minerba itu, adalah soal kewenangan tata kelola pertambangan yang ditarik kembali ke level pemerintah pusat. Dalam pasal 35 UU Minerba, seluruh perizinan tambang dinyatakan dipegang pemerintah pusat.
Menurut pemohon dari Asosiasi Advokat Konstitusi, Bahrul Ilmi Yaqub mengatakan, ketentuan tersebut menyalahi UUD 1945 pasal 18 ayat 1 dan 2, yang mengatur soal desentralisasi.
“Pertama desentralisasi teritorial, kedua desentralisasi kewenangan. Artinya, tidak semua kewenangan yang ada di republik ini menjadi kewenangan pemerintah sentra,” bebernya.
Lebih lanjut, Bahrul juga menganggap, pasal 35 UU Minerba itu juga berkonflik dengan norma dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 wacana Tata Ruang, UU Nomor 32 Tahun 2009 wacana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.
Risalah UU Minerba
Sedangkan berdasarkan Hakim Arief, secara konsep Indonesia menganut negara kesatuan. Sehingga kedaulatannya berada di tingkat pemerintah sentra, melalui presiden atau DPR RI. Adapun posisi pemerintah daerah, hanya diberi sebagian kewenangan. Bahkan, antara satu tempat dengan kawasan lainnya, diberikan porsi kewenangan yang belum tentu sama.
“Otonomi di Indonesia adalah otonomi yang tidak simetris. Misalnya DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat diberi kewenangan yang luas. Sementara ada daerah lain yang tidak diberi keweangan seluas itu,” kata Arief.
BACA JUGA : Gubernur Dilarang Terbitkan Izin Tambang Baru Selama Masa Transisi UU Minerba
Dalam konteks UU Minerba, sambung Arief, kewenangan manajemen pertambangan ditarik kembali ke level sentra, alasannya adalah saat kewenangan perizinan diberikan ke pemerintah kawasan, sudah terbukti menimbulkan terjadinya eksploitasi lingkungan yang tidak terkontrol.
“Kalau uji bahan coba risalahnya dilihat. Dulu abad orde gres, kewenangan di sentra, superior. Begitu masa reformasi, lalu diberikan ke kawasan, ternyata muncul raja-raja di tempat, dia bisa mengeksploitasi lingkungan sehingga rusak, oleh karena itu UU Minerba mempesona kembali kewenangannya,” ungkap Arief.
Untuk diketahui, sidang dengan acara pemeriksaan pendahuluan itu berangkat dari sekelompok penggugat, selain Asosiasi Advokat, ada juga pemohon perseorangan.
Kemudian ada juga Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, anggota DPD Rl Alirman Sori dan Tamsil Linrung, Hamdan Zoelva, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, Budi Santoso, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan llham Rifki Nurfajar, dan Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Andrean Saefudin.
FULL VIDEO Sidang Perdana Gugatan UU Minerba Mahkamah Konstitusi