Jakarta, TAMBANG. dewan perwakilan rakyat telah mengesahkan Rancangan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin, (5/10). Dalam Rapat Paripurna tersebut, tujuh dari sembilan fraksi menyatakan sepakat mengakibatkan RUU tersebut sebagai Undang Undang Cipta Kerja. Dua Fraksi yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat menyatakan menolak.
Dalam penjelasannya, Pemerintah dan DPR menegaskan tujuan hukum ini diterbitkan tidak lain untuk mengembangkan perembesan tenaga kerja di tengah persaingan global yang semakin kompetitif. Kehadiran UU Cipta Kerja ini juga diharapkan menawarkan kepastian dan kecepatan dalam perizinan juga kepastian aturan.
Dalam semangat itu, UU ini merevisi banyak hal dari regulasi-regulasi sektoral. Tujuannya agar investasi lebih mudah mulai dari perizinan perjuangan, ketenagakerjaan, sampai perpajakan.
UU ini mengontrol banyak sektor tergolong didalamnya sektor Energi dan sumber daya mineral. Di dalamnya dibahas tentang perubahan kebijakan terkait pertambangan sektor mineral dan kerikil bara (Minerba), sektor minyak dan gas bumi, sektor panas bumi dan sektor ketenagalistrikan.
Aturan Terkait Sektor ESDM
Dalam Beleid yang saat pengesahan diwarnai walkout-nya Fraksi Demokrat memang tidak banyak mengulas perihal acara usaha pertambangan mineral dan kerikil bara (Minerba). Ini berbeda dengan draft permulaan yang cukup panjang mengurai pergantian aturan di sektor ini.
Pemerintah dan wakil rakyat dalam pembahasan lanjutan sepakat untuk tidak lagi mengulas panjang lebar pergeseran kebijakan di sektor minerba. Alasannya alasannya dewan perwakilan rakyat dan Pemerintah pada Mei 2020 silam telah mengesahkan UU No.3 tahun 2020 perihal Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Beleid baru yang mengambil alih UU No.4 tahun 2009 tersebut telah diselaraskan dengan UU Cipta Kerja.
Sementara sektor minyak dan gas bumi, geothermal dan ketenagalistrikan lumayan banyak dibahas. Pembahasan wacana sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ada di Paragraf 5. Dimulai dengan pembahasan terkait sektor minerba.
Di pasal 39 ditegaskan bahwa aturan terkait sektor pertambangan yang ada di UU No.4 tahun 2009 sudah diubah dengan UU No.3 tahun 2020 ihwal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 No.147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.6525.
Kemudian disebutkan beberapa perubahan yang dijalankan. Disebutkan diantara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu) pasal adalah Pasal 128A. Pasal 128A (1) menyebutkan Pelaku usaha yang melaksanakan peningkatan nilai tambah batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128.
Pasal 128A (2),Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk acara peningkatan nilai tambah batubara dapat berbentukpengenaan royalti sebesar 0% (nol persen).
Pasal 128 A (3), Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikontrol dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pasal 162 diubah menjadi Setiap orang yang merintangi atau mengganggu acara perjuangan pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F aksara b dan Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling usang 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Selanjutnya dibahas pergeseran kebijakan di sektor minyak dan gas bumi. Porsi untuk sektor ini lebih banyak. Ini dimaklumi karena UU Migas dan UU Panas Bumi belum direvisi. Sehingga diharapkan saat kedua beleid tersebut hendak diamandemen maka harus mengacu pada hukum Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja Pasal 40 mencantum beberapa pergantian ketentuan dari UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Di point kedua disebutkan pasal 4 UU Migas diubah sehingga berbunyi, Pasal 4 (1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
Pasal 4 (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah melalui kegiatan perjuangan minyak dan gas bumi. Dan Pasal 4 (3) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
Masih ada beberapa pergeseran kebijakan lagi di sektor migas mulai dari hulu hingga ke hilir.
Kemudian UU Cipta Kerja juga merevisi ketentuan terkait acara usaha Panas Bumi. Di Pasal 41 disebutkan beberapa ketentuan dalam UU No. 21 Tahun 2014 perihal Panas Bumi yang diubah.
Di point 1 dsebutkan ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut. Pasal 4 (1) Panas Bumi ialah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
Kemudian Pasal 4 (2) Penguasaan Panas Bumi oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan prinsip pemanfaatan.
Pengesahan UU Cipta Kerja ini menerima penolakan publik yang cukup besar khusus dari kalangan pekerja dan buruh. Beragam alasan dikemukakan mulai dari waktu pengukuhan yang dijalankan dalam kurun pandemi. Juga isi UU yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan pekerja/buruh.
Beberapa berita yang menjadi sorotan mulai dari soal pesangon, kebijakan cuti, pembatalan upah minimum sektoral, sampai tugas organisasi penduduk pada akta produk halal. Masih akan dilihat perkembangan ke depan akan seperti apa.
Namun sesuai tata aturan pembentukan UU, sesudah palu legalisasi diketok dewan perwakilan rakyat, langkah berikutnya menanti pengakuan dari Presiden Republik Indonesia dan lalu diundangkan oleh Kementrian Hukum dan HAM.
******
oleh : Rakhmadi A. Kusumo