Jakarta, TAMBANG – Setelah dilantiknya  Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pada Oktober mendatang selaku Presiden dan Wakil Presiden, ada pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan. Salah satunya mengenai arah gres kebijakan energi dan pertambangan menghadapi ancamanresesi ekonomi global.

 

Ketua Umum Indonesia Mining and Energy Forum(IMEF), Singgih Widagdo mengungkapkan, pemerintahan Jokowi jilid kedua ditentukan menghadapi perlambatan perkembangan ekonomi dunia, di mana yang sepanjang tahun hingga 2020 diproyeksikan hanya berkembang sampai 3.5 persen. Prospek perkembangan ekonomi global juga masih dihantui dengan berbagai risiko ketidakpastian, yang beliau diakibatkan ketidakjelasan kebijakan ekonomi dan moneter Amerika Serikat, perang dagang AS – Tiongkok, efek Brexit dan dinamika peta geopolitik global, serta potensi krisis di Timur Tengah.

 

Menurut Singgih, tekanan atas banyak sekali parameter ekonomi dan politik makro berimbas pada kinerja perdagangan global dan kesempatan undangan komoditas global. Kondisi ini bisa ditentukan akan mempunyai dampak juga pada sektor energi dan pertambangan Indonesia. Oleh sebab itu, menurut Singgih untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintahan Jokowi Jilid 2 harus berani melaksanakan revisi kebijakan dan terobosan strategis, sekaligus konsolidasi nasional untuk merevitalisasi investasi dan daya saing industri energi dan pertambangan yang mengalami kemunduran dalam lima tahun terakhir.

 

“Terobosan dan konsolidasi masif industri energi dan pertambangan, bagaimanapun perlu secepat mungkin. Kebijakan-kebijakan yang bersikap normatif tanpa bobot terobosans strategis semestinya bukan lagi menjadi basis kerja Era Kabinet Jokowi Jilid 2,” ungkap Singgih lewat keterangan resmi, Senin (19/8).

 

Lebih lanjut Singgih mengungkapkan, ada empat prioritas terobosan strategis serta konsolidasi nasional di bidang energi dan pertambangan yang mendesak harus terselesaikan oleh pemerintahan yang baru.

 

Pertama, amanat UU No. 30/2007 perihal energi yang meletakan paradigma sumber daya energi sebagai modal pembangunan nasional yang dijabarkan dalam PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan Perpres No. 22/2017 perihal Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) belum secara utuh dijabarkan dalam kebijakan dan penataan energi nasional Indonesia.

 

Pengejawantahan paradigma ini sebaiknya menjadi landasan dan arah pelaksanaan kebijakan energi di sektor migas, minerba, kelistrikan dan energi terbarukan di era pemerintahan Jokowi lima tahun mendatang.

 

“Dalam konteks tantangan risiko resesi ekonomi global dan kebutuhan energi domestik yang terus bertambah, implementasi paradigma menjadi langkah strategis yang harus segera direalisasikan,” ungkapnya.

 

Kedua, masa kejayaan minyak Indonesia telah habis, tapi konsumsi minyak untuk keperluan transportasi, industri dan kelistrikan diproyeksikan akan terus tumbuh. Dari proyeksi Dewan Energi Nasional (DEN), keperluan BBM akan meraih 1.76 juta barrel per hari (bph) pada 2025. Sementara itu kemampuan produksi minyak mentah domestik, dengan best effort and penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) ditargetkan di dalam RUEN hanya meraih 568 – 676 ribu bph pada 2025-2030 (skenario optimistik SKK Migas Juli 2019: 700 – 800 ribu bph pada 2025-2030) dan kemampuan buatan BBM domestik 1,2 juta bph dengan acara RDMP Pertamina pada 2025.

 

“Kesenjangan antara keperluan pemakaian dengan bikinan minyak mentah dan BBM domestik akan terus membesar dan dengan demikian impor minyak mentah dan BBM akan semakin meningkat (25-50 persen  dari kondisi kini), yang perlu diantisipasi dalam konteks kesempatandefisit neraca perdagangan yang makin besar,” jelasnya.

 

Ketiga, penambahan bikinan watu bara untuk solusi dalam menambal defisit neraca transaksi berlangsung kurang tepat di 2019/2020. Strategi ini cukup efektif pada 2018. Tetapi pada 2019/2020 dimana dalam kondisi oversupply dan harga komoditas batubara di pasar internasional kian menurun, maka peningkatan volume produksi nasional dan ekspor kerikil bara tidak lagi efektif bagi pemerintah untuk menekan defisit transaksi berlangsung.

 

Keempat, Kebijakan Energi Nasional (KEN) hari ini masih memberikan takaran yang sungguh besar pada minyak dan gas. Padahal sumber daya minyak kian sedikit dan mempertahankan tingkat produksi saat ini saat sukar di tahun-tahun mendatang. Penurunan minat investasi di sektor migas balasan ketidakpastian kebijakan dan regulasi, menjadi salah satu kendalanya. Oleh alasannya adalah itu Pemerintah Jokowi-Ma’ruf perlu secepatnya merevisi komposisi Bauran Energi, dengan memperbesar porsi energi terbarukan dalam bauran energi pada 2020-2030. Selanjutnya terus melaksanakan akselerasi pengembangan dan pemanfaatan energy terbarukan untuk penyediaan listrik dan substitusi BBM untuk angkutandarat.

 

“Harus disadari bahwa dalam lima tahun mendatang yaitu waktu yang sangat krusial untuk membangun fondasi transformasi energi Indonesia dalam jangka panjang, “ ujar Singgih.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?