Jakarta,TAMBANG,- Sidang 1st Energy Transitions Working Group (ETWG)  telah resmi ditutup. Acara yang berlangsung di Yogyakarta pada 24-25 Maret 2022 di Yogyakarta membicarakan beberapa info penting terkait transisi energi. Mulai dari gosip aksesibilitas energi, kenaikan teknologi energi higienis, dan peningkatan pembiayaan energi. Ketiganya merupakan pilar ETWG G20 Presidensi Indonesia yang disepakati secara aklamasi menjadi jadwal ETWG G20 tahun ini.

Chair ETWG Yudo Dwinanda Priaadi dalam laporannya mengatakan kesepakatan bersama meraih Net Zero Emission (NZE) sekaligus mewujudkan sasaran tujuan pembangunan (Sustainable Development Goals/SDGs) di tahun 2030. “Anggota G20 menyatakan pentingnya mempunyai planning bareng yang terang dan ambisius untuk meraih SDGs 2030. Untuk meraih hal ini, koordinasi dan kemitraan teknologi sangat penting,” terperinci Yudo.

Anggota G20 tengah memperkuat pentingnya keamanan dan ketahanan rantai pasok energi di tengah tantangan ketidakpastian pasar ekonomi global. “Sangat penting bagi G20 untuk melakukan pekerjaan sama mengembalikan kondisi pasar yang lebih stabil serta memodernisasi manajemen pasar energi untuk menjamin keamanan energi dan proses transisi energi,” lanjut Yudo.

Transisi energi yang inklusif dan adil (just transitions) juga menerima perhatian sarat selama sidang ETWG. Semua jenis teknologi dan bahan bakar penting untuk dipertimbangkan dalam mengakselerasi transisi energi sekaligus menimbang-nimbang manfaat ekonomi.

Presidensi G20 juga berkomitmen dan berkoordinasi merumuskan problem aksesibilitas dan kenaikan teknologi. “Ini akan membantu anggota G20 untuk mengutamakan agresi dalam meningkatkan investasi, mempercepat kemajuan teknologi dan mengamankan saluran dan transisi dalam konteks yang bermacam-macam,” pungkas Yudo.

Dijelaskan juga bahwa planning aksi G20 dalam memperluas kerja sama internasional. Salah satu yang menjadi sorotan adalah teknologi dekarbonisasi pembangkit. “Indonesia sebagai Presiden G20 ingin mengidentifikasi area kolaborasi baru. Kami sepakat teknologi untuk mendekarbonisasi sektor pembangkit tenaga listrik dan industri lain itu sungguh penting dan mesti menjadi planning aksi utama selaku pemenuhan komitmen para pemimpin,” tuturnya.

Tak kalah pentingnya, rencana agresi G20 juga akan menekankan pentingnya memobilisasi pendanaan transisi energi, di samping prioritas pada aksesibilitas dan teknologi. Hal ini sejalan dengan isyarat Presiden Joko Widodo tentang pentingya pendanaan dalam akselerasi transisi energi, dan G20 menjadi forum penting untuk memobilisasi keperluan tersebut. Tanpa adanya pemberian penuh seluruh pemangku kepentingan untuk menyediakan pendanaan, transisi energi tidak mampu on track.

Semua negara G20 sepakat bahwa ETWG harus menciptakan deliverable yang lebih konkrit. Indonesia memaparkan planning kerja ETWG yang disambut baik oleh seluruh utusan. Hasil sidang ETWG-1 akan ditinjau perkembangannya pada pertemuan ETWG ke-2 bulan Juni 2022 di Labuan Bajo. “Harapannya pada saat ETWG-3 bulan September di Bali, kami akan menyepakati output dan komunike Menteri Energi G20,” tutup Yudo.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam pembukaan sidang ETWG-1 memberikan transisi energi selaku taktik jangka panjang pencapaian NZE dalam menghemat pergantian iklim sekaligus menekan emisis Gas Rumah Kaca (GRK). “Akibat emisi yang dihasilkan selama ini sudah mengakibatkan terjadinya pergantian cuaca yang mengakibatkan banyak hal-hal yang tidak kehendaki,” jelasnya.

Keterlibatan negara-negara G20 diharapkan menjadi stimulus buat akselerasi proses transisi energi. Terlebih G20 sudah memberikan donasi 80% perekonomian dunia. “Saya percaya negara-negara G20 telah menerapkan transisi energi untuk mencapai NZE sesuai dengan kebutuhan masing-masing negara suasana ekonomi, sosial dan energi serta kesanggupan teknologi, mulai dari tahun 2050 sampai 2070,” ungkap Arifin.

c-WhatsApp%20Image%202022-03-25%20at%200

Kendati begitu, Arifin mengakui transisi energi mesti menyesuaikan dengan keadaan dan target capaian di masing-masing negara. “Ini bukan peran yang mudah. Beberapa dari kita telah merasakan faedah transisi energi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, ada juga negara lain, tergolong Indonesia, yang memerlukan terobosan kebijakan, sumbangan finansial, dan kemitraan teknologi untuk mempercepat transisi energi,” urainya.

Arifin pun menyinari peralihan penggunaan energi fosil dalam pembangkit listrik di abad mendatang. “Indonesia sendiri penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di tahun 2060 akan pensiun. Kalau kita tidak antisipasi, produk-produk kita akan kena pajak karbon,” tuturnya.

Pengembangan Research and Development (RnD) menjadi salah satu faktor penting bagaimana efisiensi teknologi berjalan mulus mendukung pemanfaatan EBT. “Kita harus melakukan riset-riset untuk melakukan penemuan terkait hal ini. Jika kita tidak melakukan persiapan di periode transisi ini, kita akan spending banyak devisa kita,” pungkas Arifin.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?