Jakarta, TAMBANG – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meminimalkan emisi gas rumah kaca demi menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menyebut peranan Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) dan pemanfaatan gas bumi mampu menjadi enabler dalam upaya meminimalkan emisi karbon secara signifikan.
“Saat ini yaitu periode yang sungguh menantang bagi inisiatif transisi energi di Indonesia, di mana peran energi fosil utamanya gas bumi, dalam energi transisi masih diharapkan, selain terus mendorong penggunaan dan pemanfaatan energi yang bersumber dari energi terbarukan,” kata Tutuka dalam informasi resmi, dikutip Selasa (10/5).
Peranan gas bumi tampakdari takaran pemanfaatan gas bumi untuk keperluan dalam negeri di tahun 2021 sebesar 64,32% dari total produksi untuk pemenuhan kebutuhan domestik mirip industri sebesar 27,52%, kelistrikan sebedar 11.86%, lifting 2,93%, pupuk mencapai 11.89%, domestik LNG sebesar 8,36%, domestik LPG 1,54%, BBG 0,07% dan city gas 0,15%.
Sementara peran subsektor minyak dan gas bumi yang masih terasa dikala ini, terutama di Indonesia, antara lain minyak selaku energi utama untuk sektor transportasi, gas alam dimanfaatkan sebagai transisi energi sebelum PP kebijakan penggunaan 100% energi baru dan terbarukan dipraktekkan.
“Selain itu, gas alam digunakan untuk menyanggupi keperluan domestik mirip bahan bakar transportasi, bahan baku, industri dan rumah tangga,” jelas Tutuka.
Untuk memajukan tugas migas dalam transisi energi, Pemerintah sudah melaksanakan banyak sekali taktik adalah peningkatan cadangan migas lewat meningkatkan secara optimal bikinan dari lapangan eksisting, transformasi dari cadangan menjadi bikinan, akselerasi chemical EOR, eksplorasi masif untuk mendapatkan cadangan baru, gas alam dimanfaatkan selaku transisi energi dan aplikasi pelaksanaan CCS/CCUS.
Lebih lanjut Tutuka menjelaskan, Indonesia telah berkomitmen pada Perjanjian Paris dan telah membuatkan skenario NZE pada tahun 2060 atau lebih permulaan, lewat adopsi penetrasi energi terbarukan yang bernafsu, di tengah penurunan peran materi bakar fosil, utamanya batubara, mulai dari tahun 2030 dan seterusnya.
Namun demikian, persoalan yang dihadapi terkait implementasi NZE terletak pada ongkos perhiasan yang signifikan untuk pelaksanaannya, di mana Indonesia telah secara terbuka menyatakan akan membutuhkan tunjangan dan derma besar dari negara-negara maju.
Progres CCUS di Lapangan
Di bidang migas, pelaksanaan acara CCS/CCUS, Indonesia melakukan kolaborasi dengan Jepang. Total emisi migas pada kurun 2020-2060 mampu meraih 1.149,20 Mton CO2e di mana total emisi hulu migas sebesar 659,06 Mton CO2e dan total emisi hilir migas sebesar 490,14 CO2e.
“Saat ini terdapat beberapa proyek CCUS yang sedang berjalan di Indonesia, antara lain Gundih CCUS/CO2-EGR yang ketika ini dalam tahap joint study bersama Jepang. CCUS Gundih ditargetkan mulai beroperasi pada 2024/2025 dan memiliki peluang menyerap CO2 ±3 Million tCO2 selama 10 tahun serta dapat memajukan produksi gas sebesar ±36 BSCF dan kondensat ±382,7 MSTB,” ungkap Tutuka.
Proyek Sukowati CCUS/CO2-EOR saat ini juga dalam tahap joint study bersama Jepang. Sukowati CCUS ditargetkan mulai untuk tahap pilot pada 2022-2025, fullscale mulai tahun 2030 dan berpotensi menyerap CO2 ±15 Million tCO2 selama 25 tahun serta dapat mengembangkan produksi sekitar ±50,6 MMSTB.
Tangguh CCUS/CO2-EGR ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2026 dan berpeluang menyerap CO2 ±25 Million tCO2 selama 10 tahun serta mampu mengembangkan bikinan sekitar ±300 BSCF. Selain itu, beberapa studi mirip CCS Sakakemang, Abadi CCS/CCUS, CCS untuk memproduksi Clean Fuel Ammonia di Sulawesi Tengah, East Kalimantan CCS/CCUS Study, Study of CCUS for Coal to DME, Arun CCS/CCUS.
Pemerintah Indonesia sedang menyusun kebijakan perihal CCS/CCUS yang terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, legal, dan ekonomi dengan melibatkan perkumpulan serta Kontraktor Kerja Sama Migas di Indonesia.
“Upaya yang lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu pengembangan infrastruktur gas bumi, jaringan gas rumah tangga, pengurangan dan pemanfaatan gas suar (gas flaring), kebijakan harga gas, serta penyusunan regulasi terkait carbon tax,” jelasnya.