TERIK matahari menyengat ubun-ubun dikala datang di Desa Tanjung, Kecamatan Banyusari, Karawang. Tetapi sajian minuman jahe serai dan kunyit asam cukup melegakan tenggorokan. Tidak cuma menetralisir dahaga, minuman jamu dalam kemasan juga berkhasiat. Jamu Jahe serai (jereh) dan Kunyit Asam dibuat tanpa pengawet.

Siang itu, Kamis,(14/10), bareng beberapa jurnalis nasional dan lokal, www.tambang.co.id berkesempatan mendatangi Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenanga. KWT ini merupakan salah satu kalangan binaan Afiliasi Sub Holding Gas Pertamina, PT Pertamina Gas Operation West Java Area (Pertagas OWJA). Berlokasi di Desa Tanjung, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Selain memproduksi minuman jamu, KWT ini juga memproduksi kerupuk dengan dua varian yakni Kerupuk Pelangi dan Kerupuk Kencur.  

KWT Kenanga beranggotakan enam orang yang diketuai Jubaedah, perempuan paruh baya yang sebelumnya berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Mulanya Mak Eda, demikian dia biasa disapa membentuk KWT ini alasannya ingin membantu desanya keluar dari status Desa Rawan Pangan.

Menariknya yang direkrut sebagai anggota yakni ibu-ibu lanjut usia, yang sudah tidak bisa bekerja di sawah dan diutamakan yang sudah ditinggal suami. “Tujuannya biar mereka punya penghasilan sendiri,” terperinci ibu tiga orang putra ini.

Emak-emak ini bekerja dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB. Ada komplemen 4 orang yang melakukan pekerjaan memproduksi minuman jamu jahe serai dan kunyit asam. “Tetapi yang menguliti jahe dan kunyit tetap ibu-ibu lansia. Mereka umumnya mengerjakannya di rumah pada sore hari. Biayanya Rp 2000 per kilogram,” jelas ibu tiga putra.

Awalnya, KWT Kenanga punya banyak produk yang dihasilkan mulai dari dodol, wajik, rengginang dan kerupuk. Dalam perjalanannya, alasannya alasan modal dan juga semoga lebih fokus, maka dipilihlah kerupuk dan kemudian ditambah jamu kemasan.

Sebelum disokong Pertagas produksi kerupuk cuma 2 kilogram per hari. Setelah dibantu Pertagas Operation West Java Area, kapasitas buatan secara perlahan meningkat. “Awalnya kami cuma produksi 2 kilogram kerupuk per hari atau sama dengan 20 bungkus. Setelah dibantu Pertagas, bikinan kami berkembangjadi 12 kilogram per hari. Saat ini bikinan per hari telah meraih 18 kilogram per hari,” terperinci Mak Eda.

Krupuk olahan KWT punya rasa yang khas dan dimasak dari materi setempat. Mulai dari tepung tapioka, kencur dan bumbu dapur lainnya. Bentuknya pun unik yakni berupa hati. Kerupuk ini masuk dalam kelompok Kerupuk Melarat yaitu kerupuk yang diproduksi tidak menggunakan minyak namun disangrai memakai pasir. Tentu saja pasirnya sidah dibersihkan.

Ibu-ibu lansia yang mengerjakan seluruh proses mulai meramu bahan, molen, memangkas dan membentuk simbol cinta, menjemur dan sangrai. Mereka dibagi dalam dua golongan, masing-masing golongan beranggotakan 3 orang. Menurut Mak Eda pembagian kelompok ini membuat anggota lebih produktif.

Produksi bertambah, omset perjuangan kerupuk meningkat. Saat ini omsentnya sudah menyentuh Rp 14.323.000 per bulan. Kemudian dari minuman jamu dengan bikinan 125 botol per hari telah menciptakan omset Rp 9.641.000 per bulan.

Ibu-ibu lansia juga berkembangpendapatannya. “Setiap hari emak-emak menjinjing pulang Rp 30 ribu. Lebih besar dari sebelumnya sebesar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. Lumayan, bisa buat tambah-tambah pendapatan untuk bantu keluarga,” ungkap wanita yang pembawaanya lincah dan enerjik ini.

Ke depan, Mak Eda punya cita-cita untuk terus meningkatkan kapasitas bikinan namun akan disesuaikan dengan pengembangan pasar.

“Emak pengen tahun 2022 produksi kerupuk naik dua kali lipat. Atau setidaknya naik 9 kilogram lagi. Dengan catatan harus perluas pasar alasannya percuma kita naikan bikinan tetapi tidak bisa dipasarkan,” tandasnya.

Untuk pemanis buatan 9 kilogram, butuh pelengkap 3 orang tenaga kerja gres. Terkait dengan ini, Emak Eda tetap akan merekrut ibu-ibu janda di desa Tanjung.

Kerupuk dan jamu yang dibuat KWT Kenanga dipasarkan di daerah sekitar Karawang. Aziz Herisman yang bertugas menjual. Ia mulai menghantar produk kerupuk dan jamu pada pukul 13.00 WIB dan kembali ke tempat tinggal sekitar pukul 17.00 WIB. Ia menggantarnya memakai motor.

“Ada tujuh titik kawasan pemasaran dan sehari diantar ke satu daerah. Kerupuk kalau beli satuan harganya Rp 5000 per bungkus. Tetapi jika beli banyak harganya Rp 4000 per bungkus. Sementara jamu per botolnya Rp 5000,” terperinci Aziz yang juga suami Mak Eda. Area penjualan yang paling jauh ketika ini di kawasan Cikampek.

Seiring dengan rencana mengembangkan kapasitas bikinan, Aziz menyampaikan harapan pasar ke depan masih cukup menjanjikan. “Ke depan yang hendak kami sasar yaitu obyek wisata yang ada di Karawang dan sekitarnya dengan menggandeng pegiat wisata di sana,” tandas Aziz.

Perkembangan KWT Kenanga dikala ini disyukuri para anggota. Termasuk Ibu Mulyati, satu dari lima lansia anggota KWT. Wanita 60 tahun ini telah bergabung dengan KWT Kenanga sejak tahun 2017. Saat ini setiap hari, beliau bisa mengantongi Rp 30 ribu. Uang itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan juga buat anaknya.

“Enak sih, uangnya untuk menyanggupi kebutuhan sehari-hari. Kami sungguh terbantu dengan kehadiran Pertagas. Waktu belum kenal Pertagas bikinan kami cuma 2 kilogram. Kalau sebanyak itu, kami mau dapat apa ? Bahkan sempat berhenti alasannya adalah tidak ada modal,” kisah Bu Mulyati.

Bu Mul, demikian ia umumdisapa sebelumnya bekerja menjual aneka lauk dan kue di rumahnya. Setelah suaminya meninggal, dia berhenti memasarkan aneka lauk.  Pada 2017, saat KWT Kenanga dibuat, dia menetapkan bergabung bersama Mak Eda.

Pertagas Hadir Lewat Program Kawat Cinta

Capaian KWT Kenanga saat ini tidak terlepas tugas serta PT Pertamina Gas Operation West Java Area (Pertagas OWJA). Pertagas hadir melalui acara Kawat Cinta, yakni Program Kelompok Wanita Tani Capai Impian dan Cita-cita. Bantuan yang diberikan mulai dari renovasi rumah buatan, tunjangan alat bikinan dan juga pelatihan.

Head of Eksternal Relation East Region Pertagas, Tedi Abadi Yanto menerangkan pemberian infrastruktur pertama berbentukbangunan yang ketika ini menjadi sentra produksi. Dengan gedung baru dan perlengkapan gres, setidaknya produk yang dihasilkan lebih higienis.

Bantuan lainnya berupa alat poduksi yang mumpuni yang membuat proses sangrai menjadi lebih cepat. Ketika masih gunakan wajan tanah dan bahan bakar dari kayu butuh waktu lebih lama. Sejam cuma bisa menciptakan 2 kilogram kerupuk. Dengan alat penggorengan gres yang mampu putar, prosesnya lebih singkat menjadi 10 kilogram per jam.

“Kami juga memberi pelatihan hard skilling, diverisifikasi produk, produk bawang goreng. Lalu pelatihan untuk pengerjaan bungkus sehingga lebih cantik,” lanjut Tedi.

Pertagas terus berkomitmen mendorong KWT Kenanga untuk naik kelas. Namun ada beberapa hal yang harus diamati mulai dari segi buatan, packaging, proses buatan dan penjualan. Saat ini untuk jamu selain dalam bentuk minuman kemasan juga sudah dijual dalam bentuk serbuk.

“Ini salah satu bentuk diversifikasi produk. Tetapi sebab banyak produk sejenis yang ada di pasar maka harus punya kekhasan,” tandas Tedi.

Membanggakan lagi, KWT Kenanga sudah ditetapkan sebagai salah satu Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S). Salah satu program dari Program Kementerian Pertanian. 

“Ada fungsi gres, selain memproduksi beberapa produk, KWT ini juga telah menjadi sentra pembinaan dan Mak Edah menjadi salah satu fasilitator,” terang Tedi.

Untuk mendukung tugas gres ini, Pertagas sudah memperbesar akomodasi gres berbentukpanel surya dengan kapasitas 2.200 watt. Kehadiran listrik dari sumber energi baru terbarukan ini selain untuk mendukung aktivitas pelatihan juga menopang kegiatan bikinan.

“Fasilitas listrik dari tenaga surya ini juga diharapkan bisa menekan biaya buatan,” terangnya.

Ke depan, Pertagas akan konsentrasi mendukung KWT Kenanga terkait perannya selaku salah satu P4S di wilayah Karawang. Salah satunya mendorong pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. “Sehingga kehadiran KWT Kenanga mampu dicicipi manfaatnya oleh masyarakat sekitar,”tandas Tedi.

Pakar CSR Risna Resnawaty mengapresiasi langkah Pertagas membantu golongan usaha yang beranggotakan para lansia. Menurutnya hal penting untuk acara CSR pada bidang ekonomi dengan melibatkan kalangan rentan seperti lansia adalah mengerti apa yang menjadi kebutuhannya dengan pendekatan atau cara yang tepat.

“KWT ini unik karena programnya dapat memajukan produktivitas dari lansia yang mungkin tidak tergolong usia produktif. Namun mungkin lewat program ini para anggota mampu mengisi waktu luang, memajukan pujian atas diri sendiri dan tentu senang sebab menerima embel-embel pemasukan,”ungkap Risna yang juga Ketua Program Stusi Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjajaran.

Risna menilai Pertagas sungguh jeli menangkap  kesempatanyang ada di masyarakat. “Dalam pelaksanaan CSR idealnya aspek yang menjadi prioritas ialah apa yang betul-betul diharapkan oleh kalangan binaan dan di situlah perusahaan perlu mengambil peranan,”kata Risna.

Hal ini menurutnya didapatkan sehabis proses identifikasi, pendampingan dan konfirmasi perihal apa yang dibutuhkan mereka.  “Namun tidak lantas sesudah dipenuhi kekurangannya kemudian dilema simpulan. Menurut saya justru pendampingan ini yang menciptakan KWT menjadi semakin besar lengan berkuasa,”tambah Risna.

Ia menganggap yang dikerjakan Pertagas dapat dilihat selaku bentuk positif dari kontribusi dunia perjuangan kepada pembangunan atau pemberdayaan penduduk di sebuah wilayah. Bisa dibayangkan kalau lebih banyak lagi perusahaan yang melaksanakan upaya untuk membuatkan UMKM.

“Dari sana akan bermunculan kalangan-kelompok kecil seperti KWT di berbagai daerah yang akan meningkatkan pendapatan bagi pelaku perjuangan mikro. Ini lama kelamaan akan memperlihatkan imbas signifikan pada kenaikan perekonomian dan kemakmuran penduduk ,”tutupnya.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?