Oleh: Rakhmadi Afif Kusumo

Apa yang mampu kita pelajari dari abad-kurun krisis terdahulu, bagaimana dengan dampak pandemi COVID-19 pada sektor pertambangan, dan apa yang dapat kita kehendaki ke depannya?

Artikel ini ditulis oleh McKinsey & Company Metal & Mining Practice. Penulis terdiri dari: Marcelo Azevedo, Jochen Berbner, Scott Crooks, Vivek Lath, Sigurd Mareels, dan Camila Nucci.

Banyak hal dalam krisis COVID-19 ini yang belum dikenali, sebab pandemi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sementara, berbagai pemerintah, industri dan penduduk luas bahu-membahu berusaha untuk mengerti dan mengatasi tantangan yang disebabkan oleh krisis ini dengan konsentrasi mendukung kesembuhan pasien, keberlangsungan keluarga, dan penduduk , serta terus mencari vaksin dan pengobatan terbaik. Dapat dimaklumi bahwa dampak pandemi yang sedang berjalan pada sektor pertambangan masih menjadi hal yang belum niscaya; tetapi, saban hari kami kian mencar ilmu lebih banyak perihal bagaimana krisis ini mensugesti permintaan komoditas, rantai pasokan, dan versi operasi.

Dalam menghadapi ketidakpastian ketika ini, kita juga dapat melihat kembali insiden sejarah untuk mengeksplorasi bagaimana penganalisaan terhadap masa krisis kala kemudian dapat membantu kita mengetahui konsekuensi pandemi COVID-19. Selama 40 tahun terakhir, terjadi enam insiden besar dimana sektor ini mengalami gelombang yang signifikan (Gambar 1). Yang pertama yakni guncangan minyak kedua pada tahun 1980-an, dan yang terbaru yaitu krisis harga komoditas pada tahun 2015–16.

Gambar 1:

Periode Krisis Yang Lalu

Menurut analisis McKinsey, krisis besar selama beberapa dekade terakhir memperlihatkan bahwa masing-masing krisis mengikuti pola yang sama. Mengamati harga komoditas dan dinamika penawaran dan undangan, setiap peristiwa dapat dibagi menjadi empat fase yang berlawanan, dengan setiap tahap mempunyai durasi dan jangkauan yang berlawanan, tergantung pada kejadian bersejarah tertentu yang dimaksud. Setiap krisis melalui kurun guncangan harga, disertai oleh guncangan undangan, keseimbangan penawaran dan undangan gres, dan akibatnya pemulihan undangan serta next wajar :

  • Fase satu: guncangan harga (dua minggu hingga dua bulan). Harga jatuh untuk sebagian besar komoditas dan pelarian ke aset dalam mata duit AS. Emas acap kali bereaksi secara berlainan.
  • Fase dua: guncangan permintaan (tiga bulan sampai dua tahun). Permintaan dari sektor end-use menurun, menimbulkan tingkat persediaan turun dan sedikit koreksi harga.
  • Fase tiga: keseimbangan usul-penawaran gres (satu hingga tiga tahun). Pasokan berbiaya tinggi distop, penilaian tinggi dalam operasi yang ada ialah hal yang umum. Paket stimulus kadang-kadang mengganti acuan usul.
  • Fase empat: pemulihan undangan dan next wajar (satu sampai lima tahun). Pemulihan global dipimpin oleh ekonomi yang lebih besar dengan meningkatnya harga akhir kelangkaan.

Krisis Saat Ini

Pada krisis COVID-19, kita sudah melihat fase satu dan ketika ini sedang mengalami fase dua dan tiga. Kami menyaksikan banyak komoditas yang mengalami penurunan harga, namun gambarannya lebih bernuansa mirip berikut: dalam observasi terdapat beberapa komoditas yang unggul, mirip emas dan uranium (Gambar 2). Mata uang di negara-negara pertambangan mulanya mengalami devaluasi 10 hingga 30 persen; balasannya, banyak yurisdiksi pertambangan menjadi lebih kompetitif secara ongkos; selama bulan-bulan selanjutnya sebagian berbalik arah, dalam beberapa perkara, dikarenakan bangkitnya nilai mata uang. Namun, ada aspek unik dari krisis ketika ini: terjadi koreksi pasokan secara cepat yang didorong oleh langkah-langkah lockdown dan physical distancing, dalam beberapa perkara, diperburuk oleh gangguan yang tidak selalu terkait dengan krisis COVID-19.

Gambar 2

Harga minyak sudah turun dalam jumlah yang lebih kecil, dibandingkan pada krisis sebelumnya: tahun ini turun sekitar 35 persen, sedangkan pada tahun 2008 turun 77 persen dan pada tahun 2014-16 turun 76 persen. Penurunan yang lebih kecil dalam krisis saat ini sebagian besar juga disebabkan oleh titik awal harga minyak yang lebih rendah pada tamat tahun 2019, tetapi tahun 2020 juga ditandai oleh pertengkaran antara Rusia dan Arab Saudi yang membuat volatilitas harga minyak yang sebelumnya tidak dihadapi.

Saat kita mulai mengerti dampak krisis kepada undangan komoditas yang berlainan dengan lebih baik, penting untuk mengakui keragaman end-use dan oleh sebab itu mampu (berpeluang) bermacam-macam sangat tajam dalam perilakunya (Gambar 3). Secara historis, krisis menggambarkan bahwa efek pada ajakan komoditas berbeda menurut jenis komoditas dan bergantung pada gabungan eksposur pada sektor end use. Sektor-sektor tersebut dipengaruhi dengan cara yang berlawanan; Oleh alasannya itu, dampak kepada komoditaspun berlawanan-beda.

Tidak ada argumentasi untuk meyakini bahwa profil sikap dalam krisis saat ini akan berlainan: beberapa sektor akan mencicipi efek yang lebih berat dibandingkan dengan lainnya. Permintaan logam dengan tujuan utama industri (seperti aluminium, nikel, dan seng) diperkirakan menurun sejalan dengan penurunan PDB. Komoditas lain yang countercyclical (mirip emas), dengan aplikasi industri gres (mirip tembaga), atau didorong oleh end use lainnya (seperti kalium dalam bikinan pertanian) condong lebih handal. Bijih besi dan batubara kemungkinan besar akan terpukul alasannya usul konstruksi turun seiring dengan keperluan tenaga listrik, sejalan dengan tingkat aktivitas ekonomi yang lebih rendah.

Gambar 3:

Namun, pada sisi penawaran, terjadi situasi yang baru. Karena, pandemi COVID-19 sudah melanda geografi dan negara pada waktu yang berlawanan dan pada tingkat yang berlawanan-beda, koreksi langsung pada pasokan sangat beraneka ragam di seluruh komoditas (Gambar 4). Meskipun beberapa negara (mirip Australia) sudah melihat pengaruh yang terbatas, negara lain (seperti Afrika Selatan) telah melihat langkah-langkah lockdown yang parah, dengan imbas pribadi di lokasi tambang. Dampak keseluruhan pada setiap komoditas berlainan-beda, pupuk dan aluminium bertahan dengan kuat, sementara rata-rata produksi bulanan nikel dan seng turun sekitar 20 persen. Contoh ekstrim yakni uranium: nyaris 50 persen dari pasokan global terhenti pada Mei 2020 balasan dihentikannya bikinan Kazakhstan. Selain itu, juga terjadi gangguan yang tidak terkait dengan krisis COVID-19 — yang mau terus berlanjut sepanjang tahun — selaku bab dari karakteristik sektor pertambangan.

Gambar 4:

Faktor kunci dari gangguan ini yakni sejauh mana terjadi kerugian ajakan dan waktu untuk pemulihan; waktu, lokasi, dan tingkat gangguan pasokan; dan ukuran persediaan yang ada. Komoditas dengan ajakan yang kuat dan gangguan pasokan yang signifikan — terkait krisis COVID-19 atau sebaliknya — akan berjalan lebih baik, sementara yang terkait dengan end use yang sangat terpengaruh dan koreksi pasokan yang terbatas akan mengalami penurunan harga dalam rentang waktu yang lebih lama. Faktanya, beberapa perbedaan tajam sudah dapat diamati, dengan munculnya beberapa komoditas yang unggul dan yang tertinggal.

Pada komoditas yang unggul, mirip biasa emas memainkan peran safe-haven countercyclical-nya, dengan peningkatan harga yang diperparah oleh gangguan pasokan di negara-negara produsen utama. Bijih besi telah terbukti sangat tangguh alasannya adalah faktor konvergensi. Gangguan yang tidak terkait dengan krisis COVID-19 di Brasil — Pada bulan Mei 2020 volume ekspor bijih besi Brasil meraih titik paling rendah pada bulan tersebut sejak 2009 — dikombinasikan dengan industri baja China yang relatif handal, harga melebihi batas $ 100 per metrik ton pada bulan Juni, walau meraih rekor ekspor dari Australia. Harga tembaga sudah berada di atas tingkat sebelum krisis, dengan pasokan terhambat balasan lockdown di Peru, meskipun ajakan sebaiknya kembali dengan adanya paket stimulus di beberapa negara, khususnya untuk investasi dalam energi terbarukan dan infrastruktur jaringan gres. Sementara itu, harga spot-uranium, yang sebagian didorong oleh koreksi pasokan besar-besaran yang disebutkan sebelumnya di Kazakhstan, sudah meningkat sekitar 32 persen sejak permulaan tahun.

Di ujung spektrum lain, batu bara metalurgi mengalami gangguan kekurangan pasokan, alasannya adalah Australia, yang bertanggung jawab atas lebih dari 70 persen pasokan melalui laut, sukses menghadapi pandemi ini dengan relatif baik. Di awal krisis, hilangnya usul lewat laut dari negara lain sebagian sudah dikompensasi oleh undangan volume ke China, sementara pasokan domestik China dipengaruhi oleh krisis. Sejak ketika itu, mulai terjadi perlambatan yang dikombinasikan dengan pulihnya pasokan China, menjadikan harga-harga terus turun. Dengan batubara termal, kisah serupa timbul. Bagaimana tanggapan pasar watu bara seaborne (metalurgi dan termal) akan sungguh dipengaruhi oleh peraturan pemerintah dan kuota impor China. Pada kuartal pertama dan kedua tahun 2020, impor batu bara China menguat. Jika tidak ada peningkatan kuota, paruh kedua tahun ini dapat mengalami penurunan harga. Komoditas lain yang terkena pukulan tajam yaitu aluminium: sektor simpulan (seperti otomotif) telah sangat terpengaruh dari sudut pandang seruan, dan koreksi terbatas dari kapasitas peleburan.

Dalam beberapa waktu kedepan, masih terdapat ketidakpastian yang signifikan, tentu saja seputar bentuk grafik pemulihan dan efektifitas respon kesehatan masyarakat dalam mengendalikan penyebaran dan dampak virus. McKinsey sudah berbagi sembilan skenario pemulihan ekonomi makro yang memadukan tiga pola dasar penyebaran virus dan tiga derajat efektivitas kebijakan ekonomi. Untuk mengerti implikasi bagi sektor pertambangan, kami telah menilai potensi pengaruh pada pendapatan dan pemasukan sebelumnya bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) dalam empat skenario — A1, A2, A3, dan A4 — yang merepresentasikan aneka macam bentuk pemulihan ekonomi (Gambar 5).

Berdasarkan evaluasi itu, kami memprediksi bahwa industri pertambangan berisiko kehilangan sekitar $ 30 miliar hingga $ 120 miliar dalam EBITDA pada tahun 2020 versus 2019 alasannya adalah krisis COVID-19, walaupun asumsi kerugian pendapatan $ 90 miliar hingga $ 200 miliar. Kami yakin bahwa sektor pertambangan akan tetap relatif handal dan sebagian dari kerugian pendapatan yang didorong oleh volume dan dampak harga akan terserap oleh biaya yang lebih rendah yang disebabkan oleh devaluasi mata uang terhadap dolar AS, serta penurunan harga energi.

Gambar 5:

Artikel ini yakni model singkat dari “Lessons from the past: Informing the mining industry’s trajectory to the next wajar ” yang diterbitkan pada 24 Juli 2020 oleh McKinsey & Company. Untuk membaca artikel lengkap, buka link ini.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?