Jakarta, TAMBANG- Sejumlah organisasi penduduk sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mendesak Komisi VII DPR RI untuk menunda atau bahkan menghentikan pembahasan draft RUU Minerba.
Koalisi yang berisikan JATAM, PWYP Indonesia, Auriga, YLBHI, ICEL, Greenpeace Indonesia, WALHI, Lokataru, IGJ ini menganggap pembahasan draft RUU Minerba “kejar tayang” dan disinyalir penuhakan kepentingan sesaat saja.
Seperti diketahui Minggu kemudian (18/7), Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (dewan perwakilan rakyat) RI telah memulai jadwal Pembicaraan Tingkat 1 draft Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) sekaligus membicarakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan oleh Pemerintah. Dari rapat yang dihadiri oleh Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, terungkap ada upaya untuk mempercepat penyelesaian RUU Minerba sebelum berakhirnya abad jabatan anggota DPR 2014-2019 atau hanya dalam rentang waktu tiga pekan.
Aryanto Nugroho, juru bicara koalisi dari PWYP Indonesia mengungkapkan, muncul pertanyaan besar bagi publik. Mengapa pembahasan RUU Mineba dikebut di tamat masa jabatan ini, padahal setiap tahun selalu ada desakan dari berbagai pemangku kepentingan untuk solusi RUU Minerba sebab urgensinya.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mengkhawatirkan adanya potensi “trade off” dalam pembahasan RUU Minerba. “Pembahasan RUU Minerba yang sangat cepat ini jangan hingga menjadi “Paket Kilat” yang ujungnya hanya untuk kepentingan segelintir pihak semata,” ungkap Aryanto melalui informasi resminya yang diterima tambang.co.id, Senin (29/7).
Aryanto memastikan pembenahan manajemen sektor minerba dari hulu sampai hilir tetap mesti menjadi semangat dalam pembahasan RUU Minerba yang berujung pada sebesar-besar kesejahteraan rakyat. “Jangan hingga dirusak oleh bandit tambang yang mengintai pembahasan RUU Minerba ini,” lanjut Aryanto.
Lebih lanjut Aryanto mengungkapkan yang perlu dipastikan adalah pembahasan RUU Minerba harus sungguh-sungguh transparan, terbuka dan melibatkan partisipasi masyarkat secara luas. Jangan cuma pemerintah dan pelaku usaha yang dilibatkan dalam pembasan RUU Minerba ini. Akademisi, Lembaga Non Pemerintah dan utamanya masyarakat di sekitar daerah terdampak mesti betul-betul terlibat dalam pembahasan RUU Minerba ini.
Koalisi menduga, upaya percepatan pembahasan RUU Minerba ini salah satunya untuk mengakomodir upaya perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah dan akan rampung dalam waktu bersahabat ini.
Dalam Rapat Kerja (18/7) Komisi VII juga terungkap setidaknya ada 12 poin besar dalam DIM Pemerintah yang dinilai sungguh berurusan alasannya tidak mencerminkan kedaulatan negara sebagaimana Pasal 33 UUD 1945.
Menurut Kepala kampanye JATAM, Melky Nahar, Draft RUU Minerba ini tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan memiliki peluang menambah ekspansi pembongkaran komoditas tambang gres mulai dari logam tanah jarang, radioaktif sampai tambang di laut dalam (Seabed Mining).
“Lebih dari 90 persen isi RUU ini juga lebih banyak membicarakan proses perizinan dan pengusahaan tambang. Hak veto rakyat dan hak penduduk budpekerti luput diberi ruang,” ungkap Melky.
Oleh alasannya itu, koalisi juga mendesak Presiden Jokowi untuk mempesona kembali DIM draft RUU Minerba dari pembahasan di Komisi VII. Selain karna pasal-pasal dalam RUU Minerba ini memiliki masalah, DIM tersebut juga belum tamat dilakukan harmonisasi di internal Kementerian/Lembaga terkait, sebagaimana terungkap dalam Rapat Kerja Komisi VII minggu lalu.