Jakarta, TAMBANG – Pemerintah berniat memberi perpanjangan perjanjian bagi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Hal itu tercermin dari isi Rancangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau RUU Minerba, yang mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 1967, bahwa masa kontrak investasi pertambangan adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 2 kali 10 tahun.
Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmanto Juwana memprotes rencana tersebut. Menurutnya, Pemerintah masih menggunakan pola pikir usang dalam menunjukkan perpanjangan persetujuan raksasa batu bara itu.
“Saya menyaksikan mainset yang sering terbawa adalah mainset kala lalu,” ujarnya dalam diskusi terbuka tentang RUU Minerba yang digelar secara virtual, Rabu (29/10).
Cara Pemerintah memaknai UU 11/1967 itu, kata Hikmahanto, masih memakai acuan pikir 50 tahun silam, di mana konteks posisi tawar Pemerintah di hadapan penanam modal masih lemah sebab Indonesia masih awam secara teknologi, pendanaan, dan keahlian.
Cara pandang demikian yang kini harus diubah. Perpanjangan 2 kali 10 tahun bagi PKP2B merupakan opsi, bukan sesuatu yang wajib diberikan. Saat ini, sesudah PKP2B beroperasi selama 30 tahun, dan Indonesia sudah mampu mengelola sendiri asetnya, maka kesepakatan tersebut dapat tidak diperpanjang.
“Sekarang posisi tawar lebih manis. Menurut saya, 30 tahun jika telah selesai, ya final. Kecuali Pemerintah ingin memperpanjang kalau misalnya dari BUMN tidak ada yang mau,” bebernya.
Hikmahanto mengkritik sifat penanam modal yang condong enggan menyaksikan batas periode operasional sesuai aturan dalam UU. Kebanyakan mereka menciptakan kalkulasi investasi melampaui periode persetujuan.
“Yang aku lihat penanam modal tidak menyaksikan limitasi. Dia melihat perpanjangan itu pasti diberi, sehingga dia menghitung investasinya 30 tahun plus 2 kali perpanjangan,” paparnya.
Selain itu, Hikmahanto juga menyayangkan langkah Pemerintah yang baru saja mempublikasikan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2020, yang isinya ditengarai memberi kepastian perpanjangan PKP2B.
“Jangan lalu timbul interpretasi. Jangan kita membuat aturan yang lebih rendah untuk mengakomodasi,” tandasnya.
Untuk diketahui, Permen ESDM tersebut dirilis pada akhir Maret lalu. Salah satu pasalnya menyebutkan, dalam rangka menjamin efektivitas pelaksanaan kegiatan perjuangan serta menjamin iklim perjuangan yang kondusif, Menteri dapat memutuskan ketantuan lain bagi pemegang IUPK selaku kelanjutan PKP2B dengan menimbang-nimbang skala investasi, karakteristik operasi, jumlah bikinan, dan daya dukung lingkungan.
Sebagai isu, selama lima tahun mendatang ada tujuh PKP2B generasi pertama yang mau habis abad kontraknya. Mereka di antaranya PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Kendilo Coal, PT Multi Harapan Utama, dan PT Berau Coal.