Jakarta, TAMBANG – PT PLN (Persero) berkomitmen membuatkan pembangkit hidro dengan total kapasitas 10,4 Giga Watt (GW) hingga 2030. Tercapainya target tersebut, akan menopang keberhasilan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 – 2030.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana menyampaikan hingga Februari 2022, kapasitas litrik yang berasal dari pembangkit hidro sebesar 6,6 gigawatt. Jumlah itu sekitar 9 persen dari kapasitas total 74,4 GW. Menurut Rida, kesempatanpembangkit hidro di Indonesia meraih 95 GW.

“Eksploitasinya memang masih kecil meski potensinya besar. Tapi kami percaya pengembangannya bisa sesuai dengan RUPTL 2021-2030,” ujar Rida dalam keterangannya, Jumat (22/4).

Hasil penghitungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TEK) memperlihatkan ada lebih dari 52 ribu lokasi yang berpotensi sebagai pembangkit hidro. Adapun total potensi energi hidro dengan tata cara run off river sebesar 94.627 Mega Watt (MW).

Menurut Rida, pembangkit tenaga hidro yang pengembangannya membutuhkan waktu panjang akan menolong Indonesia meraih sasaran net zero emission 2060.

“Pengembangan PLTA akan memperlihatkan faedah tidak terbatas terhadap bauran energi baru terbarukan. Sekaligus menyeimbangkan pembangkit listrik EBT yang masih bersifat intermittent,” ungkapnya.

Pada peluang yang sama, EVP Engineering & Technology PLN, Zainal Arifin menyampaikan, pembangunan pembangkit listrik tenaga hidro paling tepat dikala ini dibandingkan pembangkit tenaga lain. Apalagi, pembangkit hidro memiliki berbagai keunggulan. Misalnya, tingkat efisensinya sangat tinggi. “Saat ini telah di atas 90%, terbaik dari semua teknologi energi,” kata Zainal.

Faktor kapasitasnya juga, kata ia terbilang tinggi, minimal 40 persen. Pembangkit hidro juga mampu mengakomodasi fluktuasi beban daya serta pemeliharaannya lebih sederhana.

Hingga 2030, PLN merencanakan pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 9,27 GW dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) sebesar 1,11 GW pada 2030. Pembangkit listrik berbasis hidro menjadi kontributor terbesar dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga bayu dalam RUPTL hijau.

Menurut Zainal, untuk meraih bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, diperlukan penambahan 4,2 GW pembangkit hidro. Saat ini, sebesar 2,5 GW pembangkit hidro berada dalam tahap konstruksi, dan sebesar 0,6 GW pada tahap pendanaan. Sisanya1 GW masih tahap pengembangan.

PLN sedang melaksanakan tahapan konstruksi untuk pembangkit hidro, antara lain PLTA Jatigede 110 MW, PLTA Peusangan 1-2 88 MW, PLTA Asahan III 174 MW, dan PLTA Upper Cisokan 1.040 MW.

Selain itu, terdapat pula PLTA Poso 515 MW di Sulawesi Tengah yang sudah dilakukan commercial operation date (COD) untuk unit permulaan sebesar 315 MW. Sedangkan dua unit yang lain dengan total 130 MW telah memiliki akta laik operasi. Ada pula PLTA Jatigede (2×55 MW) di Jawa Barat yang ialah kerja sama PLN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Saat ini, PLTA itu masuk tahap konstruksi dengan progres 87 persen.

Terlepas dari keunggulannya, pengembangan pembangkit hidro juga memiliki sejumlah tantangan. Misalnya, pengembangannya membutuhkan waktu relatif lama, hingga tantangan pembebasan lahan.

“Pembangkit hidro memang fleksibel untuk menanggulangi pembangkit EBT yang masih bersifat intermittent. Akan namun, pengembangan pembangkit ini mempunyai tantangan yang signifikan, mirip pembebasan lahan,” tandas Zainal.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?