Jakarta, TAMBANG – Pemerintah tengah menggodok regulasi soal pembuatan limbah (slag) dari pabrik pembuatan smelter. Selama ini, slag pabrik tidak dapat dimanfaatkan lantaran digolongkan selaku limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Inisiasi tersebut dibahas dalam rapat pimpinan di Kementerian Perekonomian, Jumat (30/8). Dalam peluang itu, turut hadir pula Direktur Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak.
Menurutnya, pemanfaatan slag gres difokuskan pada komoditas nikel dan stainless stell. Berdasarkan kajian Kementerian ESDM, slag berpotensi untuk dipakai sebagai materi epilog lubang tambang.
“Slag nikel sama slag steel, baja. Ya yang dibahas itu saja dua. Ada bagusnya nanti misalnya kalau satu tambang (dan) yang integrated antara smelter sama tambang kan slag-nya susah, ya sudah kan ada lubang tambang, kemungkinan mampu dikaji ke situ selaku reklamasi,” ujarnya.
Nantinya, pihak yang mengeluarkan regulasi soal pemanfaatan limbah adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sedangkan Kementerian ESDM, akan bertindak sebagai pihak teknis setelah regulasi tersebut terbit.
“Semua dari (Kementerian) LHK. (Kementerian) ESDM sih cuma begitu diperintahkan teknisnya dari sana bermakna oh dukumen reklamasi bagaimana. Intinya kita sedang membicarakan bagaimana kemudahan-akomodasi untuk memanfaatkan slag. Makara slag itu kan dikategorikan selaku limbah B3,” bebernya.
Menurut catatan Kementerian ESDM, volume bikinan limbah pemurnian mencapai sekitar 20 juta ton per tahun. Angkanya diperkirakan akan kian naik menjadi 35 juta ton pada tahun 2021 mendatang.
“Kalau kita ini sekarang ini sekitar 20 juta ton per tahun. Tapi nanti ke depan sampai 2021 sekitar 35 juta ton,” terperinci Yunus.
Sejauh ini, slag dari pabrik pembuatan hanya dibiarkan menumpuk di area smelter. Seperti yang terjadi di lingkungan operasi PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Perusahaan penghasil nickel matte itu belum bisa mengolah slag lantaran terganjal hukum limbah B3.
“Sementara ini ditumpuk, ditimbun saja. Semakin lama makin menyulitkan, menyempitkan di tempatnya, semakin lama kian banyak. Karena memang belum diperbolehkan sana-sini. Slag kan (contohnya) ada di Vale yang di Sulawesi Selatan,” ujar Yunus.
Selain digunakan sebagai materi penutup lubang tambang, limbah smelter rencananya juga akan diolah menjadi bahan pengeras jalan, materi bangunan, dan materi baku untuk pabrik semen.
“Dimanfaatkan untuk pengerasan jalan, pondasi jalan, untuk industri semen, infrastruktur, membuatbatako,” pungkas Yunus.