Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin pemanfaatan program B30 pada kendaraan bermesin diesel tidak akan menimbulkan kerugian dan mensugesti kualitas mesin kendaraaan. Kandungan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang berasal dari kelapa sawit tersebut sesudah melewati serangkaian pengujian menujukkan hasil yang bagus.
Direktur Bioenergi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengungkapkan implementasi Program Mandatori Biodiesel, tergolong B30 dikerjakan dengan penyusunan rencana yang masak dan sistematis. Selain itu lewat serangkaian uji komprehensif dan konstruktif untuk menentukan implementasinya sempurna sasaran, tidak menimbulkan kerugian dan kerusahan mesin kendaraan.
“Justru berperan dalam mengembangkan kualitas lingkungan,” kata Andriah di Jakarta, Rabu (15/1).
Dari segi mutu materi bakar, B30 juga lebih baik dari B20. Sebelum diimplementasikan, ujar Feby, beberapa antisipasi telah dikerjakan, antara lain melaksanakan revisi SNI biodiesel, melaksanakan uji jalan/fungsi B30, memutuskan kesiapan produsen biodiesel. Kemudian memastikan tata cara sistem handling dan penyimpanan yang tepat, memutuskan kesiapan infrastruktur, dan melakukan sosialisasi untuk menentukan penerimaan semua pihak terkait.
Feby mengungkapan pengujian B30 juga sudah dilakukan di lokasi dataran tinggi Dieng Jawa Tengah guna melihat kesanggupan bahan bakar melaksanakan pembiasaan pada kondisi udara yang lebih hambar. Hasilnya, start ablility mesin kendaraan berjalan mulus setelah didiamkan (soaking) bahan bakar pada corong terpisah selama 21 hari.
Setelah melalui uji start ability, kendaraan berbahan bakar B30 melanjutkan uji jalan (road test) sampai jarak tempuh 640 KM setiap hari pada aneka macam track jalanan. Khusus track lurus, kestabilan kendaraan beroda empat dijaga dengan kecepatan maksimal 100 kilometer (km) per jam.
“B30 pada dasarnya siap dipakai oleh mesin diesel lazimdengan sedikit atau tanpa adaptasi. Penyesuaian diperlukan kalau penyimpanan atau wadah biodiesel terbuat dari bahan yang sensitif dengan biodiesel seperti seal, gasket, dan perekat terutama kendaraan beroda empat lama dan yang terbuat dari karet alam dan karet nitril,” lanjut Feby.
Dipaparkan Feby, kesuksesan dari penggunaan B30 tergantung terhadap tiga faktor yaitu kualitas bahan bakar (biodiesel dan solar), handling/penanganan materi bakar dan juga kompatibilitas material kepada bahan bakar tersebut. Kerusakan yang terjadi pada injektor dapat diakibatkan dari ketidaksesuaian salah satu atau lebih dari ketiga aspek tersebut.
“Adapun terkait dengan penumpukan di dalam filter mesin, dapat dibilang bahwa masalah ini hanya berlaku untuk unit lama atau unit yang sudah lama memakai B0. Jika dari permulaan telah memakai B20 umumnya tidak ada persoalan dan mampu dilanjutkan dengan penggunaan B30.
“Untuk kendaraan yang telah pernah pakai B20 nggak ada problem,” katanya.
Selain itu, kenaikan pencampuran biodiesel dari B20 ke B30 pada dasarnya tidak akan menjadikan tumpukan endapan karena sudah adanya peningkatan spesifikasi dari B20 (20 parameter) ke B30 (24 parameter).
“Dimana kadar monogliserida dan air sudah diperkecil,” ungkapnya.
Parameter yang juga membuat puas dari hasil pengujian yakni emisi gas buang CO pada kendaraan B30 lebih rendah berkisar 0,1 – 0,2 g/km terhadap ambang batas (1,5 g/km) dan emisi THC mengalami penurunan sampai 46 persen dan peningkatan hingga dengan 9.9 persen.
Untuk diketahui, pemanfaatan B20 pada tahun 2018 sebesar 3,75 juta KL sudah berhasil meminimalisir devisa sebesar USD1,89 M atau Rp26,27 T. Selain itu, membuat lapangan pekerjaan bagi 482.000 orang, serta menurunkan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 5,61 juta ton CO2.
Sedangkan peningkatkan B20 pada tahun 2019 sebesar 6,36 juta kL (data per tanggal 15 Januari 2020) sudah berhasil meminimalisir devisa sebesar USD 2,92 M atau setara Rp 42,05 T, menciptakan lapangan pekerjaan bagi 801.000 orang, serta menurunkan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 9,51 juta ton CO2.
Adapun implementasi B30 diperlukan akan mengembangkan penyerapan CPO sebesar 2,6 juta ton atau setara dengan Rp 9,16 T dengan peresapan biodiesel sebesar 9,59 juta KL yang hendak mempunyai efek pada pengurangan devisa sebesar USD 4,40 M atau setara Rp 63,40 T. Serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi 1,2 juta orang dan menurunkan emisi GRK dan memajukan kualitas lingkungan sebesar 14,34 juta ton CO2.
“Melalui komitmen dan pemahaman yang sempurna dari semua pihak, implementasi B30 mampu berlangsung dengan tanpa gangguan dengan tujuan untuk menyanggupi akad Pemerintah untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29 persen dari BAU pada 2030, mengembangkan ketahanan dan kemandirian energi, stabilisasi harga CPO, meningkatkan nilai tambah lewat hilirisasi industri kelapa sawit, memenuhi sasaran 23 persen bantuan EBT dalam total energi mix pada 2025, meminimalkan konsumsi dan impor BBM, menghemat emisi GRK, dan memperbaiki defisit neraca jual beli,” pungkas Feby.