Jakarta, TAMBANG – Pemerintah menjamin perpanjangan kontrak bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, perpanjangan tersebut ialah bentuk kesepakatan Pemerintah dalam membentuk profil investasi pertambangan nasional.

 

Menurutnya, perpanjangan perjanjian PKP2B sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1967 dan UU Nomor 4 Tahun 2009 (UU Minerba). Kedua aturan tersebut menyatakan operasi pertambangan berhak diperpanjang selama 2 kali 10 tahun.

 

“Perpanjangan suatu perjanjian atau izin dikontrol UU 11/1967, kegiatan investasi pertambangan 30 (tahun) plus 2 kali 10 (tahun), lalu UU Minerba ditulis lagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) 20 (tahun) 2 kali 10 (tahun),” ungkap Bambang dikala menghadiri konferensi pers di kantornya, Kamis (12/3).

 

Secara yurisprudensi, sambung Bambang, perpanjangan PKP2B ini mengikuti pengalaman PT Vale Indonesia dan PT Freeport Indonesia pada beberapa tahun lalu. Di mana kedua perusahaan mineral tersebut memperoleh era operasi selama 30 tahun plus perpanjangan 2 kali 10 tahun.

 

“Contoh Vale itu telah diperpanjang, Freeport juga. Perpanjangan itu kesepakatan kepastian investasinya 30 (tahun) plus 2 kali 10 (tahun). Kaprikornus seperti itu profil investasi,” tegasnya.

 

Untuk dikenali, UU Minerba yang menjadi salah satu landasan perpanjangan, dikala ini sedang dalam proses revisi. Pengesahaannya menanti pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Di ketika berbarengan, Pemerintah juga memberi kepastian perpanjangan bagi PKP2B lewat Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang menjadi satu paket dalam Omnibus Law.

 

Di lain peluang, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif menyebutkan, walaupun revisi UU Minerba dan Omnibus Law belum disahkan, izin perpanjangan bagi PKP2B tetap mampu berlangsung. 

 

Alasannya, kata Irwandy, ketentuan perpanjangan telah terangkum dalam hukum yang ada, yakni pasal 169 dan 171 UU Minerba, kemudian pasal 112 Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, dan mengacu pada isi kontrak PKP2B, baik yang orisinil atau yang diamandemen.

 

“Tanpa menunggu Omnibus Law dan revisi UU Minerba, (perpanjangan) ini sudah mampu jalan. Bagaimana nanti bentuknya itu tergantung para ahli hukum,” tegas Irwandy.

 

Luas Wilayah Tergantung Evaluasi

 

Bagi Kementerian ESDM, perdebatan PKP2B bukan lagi berkutat soal diperpanjang atau tidak, itu sudah dijamin dalam regulasi yang ada, begitu kata Pemerintah. Masalahnya sekarang terletak pada batas luas wilayah tambang kerikil bara, apakah optimal 15 ribu hektare atau boleh lebih.

 

Menurut Bambang Gatot Ariyono, batasan maksimal 15 ribu hektare itu hanya berlaku bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang sama sekali gres, bukan yang statusnya perpanjangan dari perjanjian existing. Sebab dalam pasal 171 UU Minerba, PKP2B diakui mampu memiliki luas lahan sesuai Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW), tidak dibatasi maksimal 15 ribu hektare.

 

Tapi, sambung Bambang, pengertian luas RKSW di sini masih menggantung. Tidak ada klarifikasi lebih lanjut, apakah luasan yang dimaksud mengikuti rencana dalam tempo perpanjangan 2 kali 10 tahun, atau manut sesuai pengajuan perusahaan. Kekosongan ini menjadi latar belakang Kementerian ESDM dalam mendorong penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus membahas luas wilayah.

 

“Kami beranggapan belum ada regulasi yang mengatur besaran luas wilayah untuk IUPK Operasi Produksi perpanjangan PKP2B. Ini dasar PP itu diajukan,” tuturnya dikala memberikan sosialisasi perpanjangan PKP2B di hadapan kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat sektor pertambangan, pada permulaan Februari lalu. 

 

Lebih lanjut, Bambang Gatot menegaskan, pihaknya akan memutuskan luas wilayah dengan besaran yang patut dan proporsional.

 

“Memang logikanya harus rasional juga, mungkin tidak 15 ribu (hektare), mungkin juga tidak sebesar sekarang,” jelasnya.

 

Adapun luas wilayah tujuh PKP2B yang kontraknya segera rampung, masing-masing lebih dari 15 ribu hektare, kecuali PT Kendilo Coal yang hanya 1.800 hektare. Sisanya antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Multi Harapan Utama, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal.

 

Dalam jadwal pertemuan pers hari ini, Bambang Gatot memberikan soal prosedur penentuan luas daerah tersebut. Pemerintah akan menunggu permintaan yang diajukan PKP2B. Lalu dari luas daerah dalam pengajuan itu, akan dilaksanakan penilaian untuk menetapkan berapa cakupan area yang berhak dikelola oleh IUPK perpanjangan PKP2B.

 

“Untuk luasan secara nalar dan teknis sesuai dengan rencana mereka di dalam (pengajuan) perpanjangan. Nanti Pemerintah akan evaluasi ketimbang luas yang diajukan oleh mereka. Rencana pengembangan mereka dalam perpanjangan (mirip) apa,” pungkas Bambang.

Butuh Bantuan Atau Pertanyaan?

Achmad Hino siap membantu Anda dengan memberikan pelayanan dan penawaran terbaik.

WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelanggan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanya kami apa saja!
👋 Halo, Ada Yang Bisa Dibantu?