Jakarta, TAMBANG – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) lewat Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa melakukan Monitoring dan Evaluasi Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) Tahun Anggaran 2019 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Asisten Deputi Sumber Daya Mineral dan Energi Non-Konvensional, Amalyos mengungkapkan program LTSHE ialah praelektrifikasi sekaligus mitigasi dari pemenuhan akad Indonesia pada Kesepakatan Paris. Pada kesepakatan tersebut Indonesia menegaskan akan mengurangi emisi karbon melalui konservasi dan efisiensi energi dan pemanfaatan energi gres terbarukan yang mudah diakses.
“Kalau dilihat dari aksesibilitas mirip yang kita lihat dikala pemantauan tadi, sukar bagi PLN ( PT Perusahaan Listrik Negara) untuk membangun jaringan transmisi. Salah satu sumber energi setempat yang paling banyak adalah sinar matahari, sehingga mampu dimanfaatkan melalui acara LTSHE itu,” ungkap Amalyos dalam informasi resmi, Jumat (15/11).
Menurutnya, acara ini didorong alasannya banyaknya lokasi di Indonesia yang belum mendapat saluran listrik. Saat ini jalan masuk ke daerah-daerah belum memungkinkan untuk membangun jaringan listrik.
Amalyos menambahkan, instalasi unit lampu LTSHE yang dibagikan ini sangat praktis untuk dijalankan. Selain itu, panjang sirkuit sekitar 30 cm membuat lebih mudah untuk dibawa dan dipasang ke kawasan pelosok.
“Keterbatasan kita kan dikala mengenalkan penemuan gres ke masyarakat di tempat terpencil adalah terkait transfer teknologi. Namun pemasangan LTSHE yang simple, maka gampang untuk diketahui masyarakat,” lanjut Amalyos.
Ia menerangkan, acara tersebut efektif dilaksanakan sejak tahun 2017 melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 47 Tahun 2017 ihwal Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi Bagi Masyarakat yang Belum Mendapatkan Akses Listrik diterbitkan. Menurut Amalyos, Kemenko Maritim dan Investasi juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk ikut membantu sinkronisasi data penduduk yang berhak untuk mendapatkan bantuan.
“Di situ peran Kemenko Marves sudah mulai masuk merekomendasikan. Selama diadakan Rapat Koordinasi dimengerti banyak daerah-tempat yang memberikan wilayahnya tidak ada listrik sebab belum ada transmisi PT. PLN di daerahnya. Selain itu karena lokasinya memang terpencil sehingga susah juga bagi PT. PLN untuk membangun jaringan transmisi, sehingga koordinasi sangat diharapkan untuk memastikan acara ini sempurna target” tutur Amalyos.
Amalyos menambahkan, selama tiga tahun koordinasi yang dijalankan Kemenko Marves telah disusun roadmap LTSHE.
“Masyarakat yang menerima LTSHE adalah masyarakat yang tidak bisa dan tidak ada akses listrik,” ujar Amalyos.
Kegiatan monitoring dan evaluasi program LTSHE sebelumnya sudah dilakukan di sejumlah kawasan yang belum terelektrifikasi. Pemilihan kawasan Bayan, Kabupaten Lombok Utara sebagai peserta derma bukanlah tanpa alasannya.
“Saya tahu persis jika di Bayan itu panasnya minta ampun dengan sinar matahari yang sangat terik. Kalau begitu, kenapa tidak dimanfaatkan potensi yang ada,” terang Amalyos.
Amalyos menuturkan, teriknya kawasan Bayan bukan ialah kelemahan namun kelebihan alasannya adalah pengaplikasian energi sinar matahari ini bisa dilakukan.
Sekretaris Kecamatan Bayan, Muhammad Hasan Basri mengungkapkan sangat bersyukur sebab dikala ini penduduk Desa Bayan sudah terakses akomodasi LTSHE. “Bantuan dari pemerintah yang sebelum program ini, sekitar 3 tahun lalu penduduk belum terakses (listrik)” ungkap Basri.
Basri menjelaskan, pemasangan LTSHE di desanya semenjak tahun 2017 dengan peserta bantuan sebanyak 135 unit yang tersebar di 13 dusun dalam wilayah Bayan. Ia mengungkapkan Desa Bayan berlokasi di lereng Gunung Rinjani dengan jumlah jiwa sekitar 6.000 orang dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sekitar 1.800 KK.
“Harapan kedepan yang terang kami akan tetap berkoordinasi terkait program mirip ini. Kalau terjadi kerusakan kami akan menolong berkomunikasi untuk memberikan” harap Hasan Basri.
Terkait penanganan kerusakan, Kepala Seksi Pelaksanaan Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Panas Bumi dan Bioenergi, Galan Jaesa Perdana, mengungkapkan LTSHE mempunyai garansi selama tiga tahun.
“Makara mohon pemerintah desa menolong jika ada warganya yang instalasinya ada kerusakan untuk melaksanakan klaim perbaikan atau klaim pergeseran. Nanti kontraktor penyuplaiakan mendirikan service center” tuturnya.
Sementara itu, terkait perawatan kedepannya, Amalyos menyampaikan pada tim penilaian dan monitoring ke Lombok, pihak provider juga turut mendampingi. Mereka diwajibkan memiliki jaminan purna jual sehingga mesti mempunyai kantor perwakilan jika ada unek-unek maka ketika-waktu dapat pribadi diperbaiki.
“Tapi selama ini so far so good lah” komentar Asdep Amalyos.
Amalyos optimis jikalau pemerintah bisa fokus maka masih ada sumber daya yang bisa dimanfaatkan untuk didorong untuk bisa menciptakan energi listrik. Dengan demikian kebutuhan penduduk akan listrik mampu tercukupi.
Amalyos menyertakan, selain LTSHE, pemerintah juga mendistribusikan PJUTS (Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya). “Harapan kami biar penduduk juga menjaga kemudahan biasa semoga dapat dimanfaatkan bareng ,” kata Amalyos.
Kepala Bidang Sumber Daya Non Konvensional Kemenko Maritim dan Investasi, Fatma Puspita Sari, menambahkan, untuk kawasan-kawasan yang sulit dijangkau bergotong-royong punya potensi energi primer yang dapat dimanfaatkan.
“Bila ada sungai, kita mampu kembangkan menjadi pembangkit listrik mini atau mikrohidro, angin mampu jadi tenaga bayu, atau hybrid berupa kombinasi matahari dan angin, mirip yang sudah dipasang di Cilacap. Banyak potensi yang dapat dikembangkan, tidak cuma untuk mengembangkan ketahanan energi. Yang paling penting penduduk eksklusif mendapatkan manfaatnya,” kata Fatma.