Jakarta,TAMBANG,-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengeluarkan surat Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021. Beleid ini terdiri dari Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum. Kemudian diikuti dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara juga mengeluarkan surat Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, tentang Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Surat yang dikeluarkan Kementerian ESDM terkait pelarangan sementara ekspor watu bara itu juga diperkuat dengan dikeluarkannya surat dari Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada tanggal yang sama adalah 31 Desember 2021. Surat dengan Nomor UM.006/25/20/DA-2021 tersebut terdiri dari pelarangan sementara pengapalan ekspor muatan kerikil bara tersebut.
Surat ditujukan terhadap para Direktur Utama Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan para Direktur Utama Perusahaan Nasional Keagenan Kapal untuk tidak melayani pengapalan muatan watu bara yang akan diekspor dengan kapal yang dimiliki/dioperasikan dan/atau diageni selama abad 1 Januari s.d. 31 Januari 2022.
Surat pelarangan sementara ekspor batubara mendapat jawaban kasatmata dari Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M. Mar, Pengamat Maritim dan Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI).
“Semua pihak harus mampu mengetahui dan mematuhi apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk pelarangan ekspor sementara batubara,” katanya terhadap media di Jakarta, Senin (3/01/2022).
“Apalagi ini untuk mendukung ketahanan energi nasional. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 perihal Energi, yang dimaksud dengan ketahanan energi yaitu sebuah keadaan terjaminnya ketersediaan energi, susukan penduduk terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pinjaman kepada lingkungan hidup,” sambung Capt. Hakeng yang juga menjabat selaku Ketua Bidang Pertambangan di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI).
Disamping mendukung ketahanan energi, langkah yang diambil Pemerintah juga akan membangkitkan kegiatan ekonomi yang bekerjasama dengan transportasi transportasi maritim, utamanya bagi Kapal-kapal pengangkut batubara ke berbagai tempat pertambangan batubara di Indonesia dengan tujuan ke pelabuhan yang terdekat dengan PLTU PT PLN.
“Saya menawarkan suport kepada langkah Menteri ESDM dengan menghentikan pengapalan batubara untuk ekspor ketika ini. Saya juga mendukung, karena secara tidak pribadi akan menggerakan perekonomian lokal utamanya di sektor laut. Karena dengan begitu, utilisasi kapal-kapal pengangkut batubara di dalam negeri mampu lebih dimaksimalkan. Saya melihatnya selaku sebuah stimulus dan hadiah tahun baru bagi Pengusaha Kapal Domestik di Indonesia dari Pemerintah, utamanya jika dikaitkan dengan imbas Pandemi Covid-19 yang masih dinikmati oleh para Pengusaha,” ujar Capt. Hakeng.
Capt. Hakeng juga meminta kebijakan ini bisa lebih tegas lagi. Apalagi Pemerintah bantu-membantu telah mempublikasikan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengendalikan lebih spesifik wacana kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, ialah minimal 25% dari planning produksi yang disetujui dan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan biasa sebesar US$70 per metrik ton. Untuk itu Pemerintah perlu menegaskan terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh kepada pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri.
“Jika Kepmen itu dipatuhi, maka pengangkutan batubara melalui maritim mampu terus berjalan secara berkesinambungan. Pengusaha angkutan laut dalam negeri juga mampu bertahan alasannya adalah armadanya beroperasi dan memberi imbas juga ke para pelaut yang bekerja di kapal-kapal tersebut. Ingat, kepentingan nasional mesti lebih diutamakan. Berapa pun nilainya, ketahanan energi nasional harus diutamakan,” terang Capt. Hakeng.
Capt. Hakeng juga mendukung ketegasan dari Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Hubungan Laut. “Langkah Hubla dengan meminta para Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama; para Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama; Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam; para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan; dan para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk kapal pengangkut batubara ekspor sangat sempurna. Pihak-pihak tersebut agar mengawasi pergerakan kapal pengangkut batubara ekspor. Apabila ada yang melanggar aturan larangan ekspor batubara sementara ini mesti ditindak tegas,” pungkas Capt. Hakeng.