Jakarta,TAMBANG,- Indonesia diketahui selaku negara maritim. Negeri ini mempunyai 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas kawasan tersebut 3,25 juta km2 adalah lautan dan cuma sekitar 2,01 juta km2 yang berbentukdaratan.
“Oleh alasannya itu sebagai warga negara, kita perlu menyadari tugas penting Maritim dalam segala aspek kehidupan Bangsa Indonesia, khususnya kita fokuskan pada aspek energinya,” ungkap Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. Marcelus sendiri ialah salah satu Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI). Ia menyampaikan hal ini saat menjadi narasumber di webinar Festival Bisnis dan Investasi (FBI) yang diselenggarakan Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia, di Jakarta, Selasa (20/9/).
Pria yang biasa disapa Capt. Hakeng menyampaikan materi wacana Bisnis dan Investasi Energi Indonesia Dalam Sudut Pandang Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI). Dia menegaskan pentingnya kedaulatan energi yang tidak akan pernah mampu dilepaskan dengan peran penting Maritim di dalamnya. Karena memang letak geografis negara Indonesia.
“Pengertian kedaulatan energi dikaitkan dengan negara berdaulat yakni penguasaan kawasan secara langsung, di mana ada 3 macam kedaulatan adalah kedaulatan energi, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan pangan. Yang berdasarkan persepsi kami, tidak akan pernah lepas dari Maritim;” paparnya. Harusnya tidak mampu kita mengatakan mengenai kedaulatan Energi. Ekonomi maupun pangan tanpa berbicara perihal maritime didalamnya.
Lebih lanjut beliau menyebutkan, pengertian kedaulatan adalah hak pribadi untuk menguasai suatu kawasan pemerintahan, dimana ada 3 tingkatan bekerjsama yaitu kedaulatan – ketahanan dan terakhir ialah kemandirian energi. “Jadi jika kita semua selama ini senantiasa terkonsentrasi pada menciptakan kedaulatan energi, sesungguhnya kita lupa bahwa holistiknya ialah kita ingin berdikari dalam pemenuhan energi kita,” ungkapnya.
Akan tetapi menurut Capt. Hakeng kerap kali terjadi kesalahan mendasar dari teladan pikir kita, dimana kita sudah merasa Ini merupakan opsi terbaik dari teori-teori terbaik yang sudah ada. Kita telah refer kepada teladan-pola sukses story negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang berhasil. Satu hal yang mereka lupa. Kita ini negara Indonesia, Bangsa Indonesia sungguh berbeda dengan negara-negara tersebut.
“Kita ini Bangsa Maritim. Bangsa Maritim itu bukan sekadar Bangsa yang cendekia menyanyikan Nenek Moyangku yakni seorang Pelaut tanpa tahu makna dan faedahnya,” tegasnya.
Ia juga memastikan Bangsa Maritim yaitu Bangsa yang mengenali 67% dari seluruh wilayahnya ialah air. Bangsa yang tahu bahwa negaranya terdiri dari 17.499 pulau. “Dan pulau-pulau tersebut tersebar ke seluruh pelosok negeri. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Segera ubah pola pikir kita. Kita ini memang suatu bangsa besar yang betul-betul berlawanan. Kita ialah negara Maritim-kita yaitu bangsa Maritim. Karenanya semua teladan bisnis guna membuat kedaulatan Energi bagi bangsa, harus menambahkan kapal-kapal serta para pelaut di dalamnya.”tandas Capt. Hakeng.
Menurutnya untuk mencapai kedaulatan energi perlu dipikirkan secara masak-masak perihal roadmapnya. Dia mengambil teladan kawasan Wayame dan Saumlaki. “Dari sini saya bisa menceritakan betapa Jarak Wayame ke Saumlaki sejauh 650 km.Hampir sama dengan jarak Jakarta ke Surabaya, mau pakai apa untuk menciptakan kedaulatan energi disana?” tanyanya.
Ia melanjutkan, “Pakai kabel laut dikirim listriknya dari Wayame? Sudah jaraknya 650 km, kemudian kedalaman lautnya pun mampu mencapai 3 ribu meter lebih. Mau diusahakan sendiri saja dengan menciptakan pembangkit listrik Mandiri? Tidak akan gampang dan tentu saja secara kajian keekonomian sangat susah. Karena orangnya cuma ada 8000an jiwa. Satu-satunya alternatif yang masuk nalar dikala ini yakni dengan mengirimkannya lewat kapal-kapal,” jelasnya.
Oleh sebab itu Capt. Hakeng selaku insan laut dan yang juga sungguh konsen kepada energi mengajak semua lapisan penduduk untuk bisa merenung kembali. Apakah telah tepat dasar berpikir yang kita ambil? Apakah sudah tepat Roadmap terkait kedaulatan energi yang kita susun?
“Jangan pernah lupa. Kita Bangsa Maritim. Jadikan itu salah satu landasan berpikir kita, karena sekali kita salah melangkah, sulit kita mengejar kembali ketertinggalan kita. Saya merasa optimis, dengan terbukanya ruang berpikir dari para berakal muda yang tergabung dalam DEM I yang berkumpul di sini, kala depan Indonesia selaku Bangsa Maritim mampu lebih terarah,” pungkasnya.