Jakarta, TAMBANG – Pertamina terus mempercepat pembangunan kilang sekaligus mengoptimalkan keterlibatan industri dalam negeri pada proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR). Hal tersebut dikerjakan lewat pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Kilang PT Pertamina (TP2KP).
Sesuai Keputusan Menteri BUMN No. 284 tanggal 22 November 2019, TP2KP beranggotakan empat BUMN, adalah Pertamina sebagai Ketua Tim dan PT Barata Indonesia, PT Rekayasa Industri (Rekind) dan PT Krakatau Steel.
Setelah melalui kerjasama dan komunikasi intensif, TP2KP kembali menggelar konferensi adonan di kantor PT Barata Indonesia, Gresik, Jawa Timur (20/1). Hal tersebut menandai dimulainya pelaksanaan tugas tim.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, proyek RDMP dan GRR Pertamina yang tersebar di beberapa lokasi ialah Dumai, Plaju, Cilacap, Balongan, Balikpapan, Tuban, dan wilayah lainnya di Indonesia Timur sudah berlangsung hingga tahun 2027. Proyek dengan investasi nyaris mencapai Rp800 triliun tersebut merupakan kesempatan besar bagi industri nasional untuk ikut serta semaksimal mungkin. Dengan demikian dapat menumbuhkan kemandirian manufaktur dalam negeri.
“Kesempatan ini harus ditangkap alasannya proyek sebesar ini tidak akan pernah terjadi lagi kapan pun dan di pecahan dunia mana pun,” ujar Nicke dalam informasi resmi, Jumat (24/1).
Nicke menambahkan, proyek RDMP/GRR Pertamina tersebut memerlukan pembangunan kemudahan penunjang lainnya seperti storage dan kapal. Hal itu menjadi potensi langka bagi industri dalam negeri sebab membuat keperluan yang banyak.
Lebih lanjut Nicke mengungkapkan, pengadaan peralatan merupakan salah satu porsi paling besar yang kuat pada percepatan pembangunan kilang Pertamina. Oleh alasannya itu diharapkan peningkatan peran industri manufaktur dalam negeri.
“Meningkatnya tugas serta industri manufaktur dalam negeri secara tidak pribadi akan mendukung program Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dicanangkan oleh Pemerintah,” lanjutnya.
Nicke menuturkan, pada RDMP Balikpapan persentase TKDN akan meraih 35 persen. Sementara itu, pada RDMP Cilacap, GRR Tuban, dan Integrated Refinery and Petchem Balongan, TKDN akan mencapai 50 persen. Bahkan pada RDMP Balongan Tahap II, TKDN sampai 60 persen, RDMP Balongan Tahap I dan RDMP/GRR di wilayah Indonesia Timur persentasenya antara 70 – 90 persen.
Dalam setiap pengembangan dan pembangunan proyek kilang, Pertamina memastikan adanya penggunaan produk atau jasa dari dalam negeri dengan persentase yang bervariasi untuk tiap lokasi proyek, imbuhnya.
Untuk mengoptimalkan pelibatan industri, berdasarkan Nicke, lewat TP2KP, Pertamina akan bersinergi dengan PT Barata Indonesia sebagaiKetua Tim Percepatan Pengembangan Industri Manufaktur dan disokong oleh PT Rekayasa Industri, PT Krakatau Steel, dan khususnya Asosiasi Fabrikator Indonesia (AFABI).
“Untuk memutuskan TP2KP dapat memberikan hasil yang maksimal, Pertamina akan meminta pemberian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan asesmen kesanggupan dan kapasitas manufaktur dalam negeri,” katanya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi dan kerjasama dengan instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Pajak, DBC, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan lain-lain.
“Kami telah berkomunikasi secara intensif dengan anggota TP2KP, melaksanakan diskusi terkonsentrasi yang dihadiri oleh Kementerian Perindustrian dan BPPT. Hasilnya, diperoleh 10 topik bahasan, yang mau ditindaklanjuti oleh 5 Kelompok Kerja (Pokja) sehabis pelaksanaan Kick Off hari ini,” ungkap Nicke.
Kelima Pokja tersebut akan melakukan tugas masing-masing adalah kepastian pasar, pendampingan manufaktur, insentif pajak, pertolongan lunak, dan melakukan kajian atas peraturan yang memiliki potensi menghalangi percepatan pembangunan kilang Pertamina.
Hadir dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto, Kepala BPPT Hammam Riza, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Barata Indonesia Fajar Harry Sampurno, Direktur Utama Rekind Yanuar Budinorman, Direktur Utama Karakatau Steel Silmy Karim, dan Direktur Megaproyek Pengolahan & Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang.