Jakarta,TAMBANG,-Jika di negara-negara maju kemajuan sektor ketenagalistrikan telah stagnan tidak demikian dengan Indonesia. Sebagai negara berkembangan, sektor ketenagalistrikan di Indonesia masih berkembang relatif tinggi. Apalagi Indonesia ialah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau. Kondisi demikian melahirkan tantangan tersendiri dalam pemenuhan keperluan listrik. Terutama dalam menjamin ketersediaan energi dengan tetap memikirkan harga listrik yang terjangkau bagi masyarakat.
Oleh akhirnya perencanaan ketenagalistrikan dengan mempertimbangkan sumber daya lokal selaku sumber pembangkit utama menjadi hal yang krusial. Desentralisasi energi akan membuat kawasan menjadi mandiri dalam menciptakan dan mengonsumsi energi sesuai dengan keperluan. Satu hal yang pasti yaitu Indonesia memiliki kelimpahan sumber-sumber energi terbarukan mirip surya, angin, biomassa, air dan lain-lain.
Ini mampu menunjang desentralisasi energi kelistrikan. Pemerintah telah berkomitmen menyediakan USD6,78 milyar atau hampir Rp. 96,5 triliun untuk mendukung berkembangnya berbagai tipe energi dalam menyanggupi kebutuhan listrik nasional.
Pada dikala yang serempak, krisis iklim, mitigasi pergeseran iklim dan kian langkanya sumber daya alam membuat acuan perdagangan menjadi berubah. Akibatnya, banyak pihak mau tidak mau harus beralih ke ekonomi global yang rendah karbon. Tidak sedikit perusahaan multi nasional di Indonesia bekerja keras untuk meraih target pasokan listrik karbon rendah dengan berkomitmen untuk mengambil sumber yang 100% energi terbarukan. Bahkan beberapa di antaranya berkeinginan mengambil langkah lebih jauh lagi dengan membangun sendiri jaringan listrik dengan memakai energi terbarukan.
Pemerintah Indonesia dan pemerintah Jerman bekerja sama mengembangkan energi terbarukan guna mengejar janji Perjanjian Paris. Juga memenuhi bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) serta Kedutaan Besar Republik Federal Jerman yang mewakili Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) menghadiri Indonesian German Renewable Energy Day 2021 – RE Day 2021 di Jakarta, pada tanggal 30 November 2021.
Dalam peluang tersebut, Direktur Jenderal EBTKE DR. Dadan Kusdiana menyampaikan Indonesia harus mengoptimalkan peluanglokal untuk menentukan pengembangan EBT sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia dan tantangan kedepan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai tantangan dalam menyediakan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Desentralisasi pembangkit listrik EBT menjadi sangat penting untuk membuat kemandirian energi dan berkontribusi positif terhadap capaian EBT.
”Terkait hal ini, Kementerian ESDM telah membuatkan beberapa acara, ialah implementasi PLTS Atap, pengembangan Green Industry, implementasi acara De-dieselisasi, dan pemanfaatan PLTS untuk kemudahan cold storage di usaha perikanan“, ujar Dadan.
Sementara, Dubes Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel menyampaikan Jerman secara aktif mendukung Pemerintah Indonesia dalam transisi energi. “Kami secara aktif mendukung planning Pemerintah Indonesia dalam pengembangan dan kenaikan penggunaan energi bersih dan terbarukan baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Sektor tersebut merupakan area inti kerja sama pembangunan bilateral Jerman-Indonesia””tandas Ina.
Kerjasama Indonesia dan Jerman untuk bidang energi terbarukan diselenggarakan oleh perwakilan Lembaga Pelaksana Kerjasama Internasional Jerman, GIZ dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE). Country Director GIZ Indonesia, Martin Hansen menyatakan pemberian kepada visi Indonesia dalam proses dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
“Dukungan diberikan melalui penyediaan bukti, obrolan lintas penduduk dan peningkatan kesadaran guna memfasilitasi proses transisi energi yang adil dan mendorong bahwa kebijakan energi dan opsi teknologi dibentuk dalam keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan masyarakat”.
Sri Haryati, Asisten Perekonomian dan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang hadir mewakili Gubernur DKI Jakarta untuk membuka program RE Day ini mengapresiasi penyelenggaraan program RE Day 2021. Ini disebutnya sebagai suatu platform untuk mempertemukan para kolaborator dari sektor publik dan swasta semoga dapat menginisiasi, menjalin akad dan kolaborasi terkait pembangunan pengembangan EBT menuju pembangunan rendah karbon.
Selain itu, Sri Hayati menyampaikan perspektif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang upaya pengurangan emisi karbon dan efisiensi energi dan energi gres dan terbarukan di Jakarta. “Pemerintah DKI Jakarta telah berkomitmen untuk meminimalkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30% di tahun 2030. Bahkan, kami berambisi untuk mengurangi emisi GRK sampai 50% pada tahun 2030”, ujar Sri Haryati.
Beberapa inisiatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meraih Masyarakat Rendah Karbon tahun 2050, adalah instalasi panel surya akan dipasang di atap gedung milik pemerintah tergolong sekolah, layanan kesehatan, rumah sakit, dan olahraga serta gedung-gedung swasta. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkomitmen untuk mencapai 50% armada Bus Transjakarta bebas materi bakar fosil pada tahun 2025 dan beralih ke penggunaan bus listrik.
RE Day 2021, yang diselenggarakan secara hibrid ini, mengusung tema “Power to the Islands! Making Indonesia the Global Leader in Decentralised Power Generation and Green Energy Innovation” atau “Jayalah Pulau-pulau! Menjadikan Indonesia sebagai Pemimpin Global dalam Pembangkitan Listik Terdesentralisasi dan Inovasi Energi Hijau.” Kegiatan ini bermaksud menggali pengetahuan bagaimana memajukan daya saing Indonesia di kancah global melalui penyediaan energi rendah karbon dan inovasi energi hijau.
Acara ini didatangi oleh perwakilan dari pemerintah dan lembaga terkait, PT PLN, perusahaan swasta, perusahaan penyedia energi terbarukan, lembaga observasi, forum pendanaan proyek, perkumpulan sektor energi terbarukan dan pengguna energi terbarukan.
PT. Pan Brothers, PT Shell Indonesia, dan PT Suryacipta Swadaya membacakan komitmennya dalam mendukung penggunaan energi terbarukan serta inisiatif pembangunan rendah karbon lainnya. PT Pan Brothers berkomitmen untuk menggunakan pasokan listrik dari energi terbarukan setidaknya 31% dari seluruh kebutuhan listriknya, serta memperbesar kapasitas tenaga surya di pabrik-pabriknya dari 2,5 MWp menjadi total 5 MWp di tahun 2022.
PT Suryacipta Swadaya menyatakan komitmennya untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya atap (PLTSA) pada gedung dan fasilitas, serta memajukan kapasitas terpasang dalam era waktu 3 (tiga) tahun ke depan di Subang Smartpolitan.
PT Shell Indonesia mendeklarasikan komitmennya untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada stasiun materi bakar dan pabrik pencampuran minyak pelumas dengan total kapasitas terpasang sebesar 1,535 MWp. Komitmen PT Shell tersebut sejalan dengan taktik Powering Progress untuk mempercepat transisi bisnis menuju bisnis emisi nol karbon pada tahun 2050.
Pada peluang yang sama juga dilangsungkan pengumuman kerja sama Indonesia dan Jerman dalam bidang teknologi pendingin rendah karbon (SOCOOL) yang diwakili oleh Drs. Dedy Miharja, M.Si sebagaiAsisten Deputi Peningkatan Daya Saing, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) dan Lisa Tinschert selaku direktur program energi Indonesia/ASEAN – GIZ.