Jakarta, TAMBANG – Dunia penerbangan tanah air baru saja menggoreskan sejarahnya karena sukses menerbangkan pesawat CN234 dengan materi bakar bioavtur. Rute yang ditempuh pesawat ini yakni Bandung-Jakarta. Hal ini dikerjakan selaku upaya pemerintah dalam percepatan implementasi energi baru terbarukan (EBT) yang salah satunya melakukan substitusi energi primer dan simpulan di sektor angkutanudara.
Atas kesuksesan ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengapresiasi seluruh stakeholder yang terlbat aktif dalam pencapaian tersebut.
“Hari ini sejarah sudah tercipta, berkat santunan dan kerja sama seluruh stakeholder yang terlibat, penerbangan perdana memakai bahan bakar nabati, campuran Bioavtur 2,4% yang sudah dinanti Bangsa Indonesia, akhirnya terlaksana menempuh jarak Bandung – Jakarta memakai pesawat CN235”, ungkap Arifin ketika aktivitas Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-220 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia, Tangerang, Rabu (6/10).
Arifin mengungkapkan, untuk hingga di tahap kesuksesan uji melayang ini, pemerintah melewati perjalanan panjang. Dimulai lewat sinergi observasi antara Pertamina Research & Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) dalam pengembangan katalis “MerahPutih” untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi materi baku bioavtur pada tahun 2012.
Selanjutnya, kata Arifin, kolaborasi diperluas bersama PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk melakukan uji bikinan co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah gabungan RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin memakai katalis merah putih, sebagai salah satu penemuan karya terbaik anak bangsa. Pada pengujian ini telah berhasil dibuat bioavtur 2,4 %-v yang disebut dengan J2.4.
Setelah itu, serangkaian uji teknis dikerjakan, sampai pelaksanaan uji terbang dari tanggal 8 September hingga 6 Oktober 2021 tergolong pengujian In-flight Engine Restarting. Keberhasilan ini akan menjadi tahap permulaan dalam kenaikan bantuan bioavtur di sektor transportasi udara dalam rangka memajukan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Kegiatan ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar Biohidrokarbon yang dikoordinasikan oleh Kementerian ESDM, serta tergolong dalam etalase Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit, yang dikoordinasikan oleh Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN).
“Semua kesuksesan ini dimulai dari ambisi, keyakinan diri dan cita-cita untuk memperlihatkan yang terbaik bagi bangsa dan negara, tentunya kita tidak akan berhenti dan berpuas diri di tahapan ini, observasi dan pengembangan akan terus dijalankan untuk nantinya dapat menghasilkan produk J100 dan penggunaan bioavtur dijalankan pada seluruh maskapai Indonesia, dan bahkan mancanegara”, pungkas Arifin.
Menteri Arifin juga mengungkapkan bahwa dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 sudah menertibkan kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam materi bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3% pada tahun 2020, dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi bioavtur 5%. Menteri Arifin menghendaki pemberian semua pihak dalam tahapan-tahapan uji berikutnya, termasuk penyusunan roadmap untuk komersialisasi.
Menurutnya, industri aviation biofuel dapat terwujud jika ada sinergi kasatmata antara Pemerintah sebagai regulator, lembaga-forum observasi, produsen bioavtur, dan para pengguna aviation biofuel yaitu pihak operator penerbangan.
Pada peluang yang serupa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual, dalam sambutannya menyampaikan bahwa desain triple helix yang merupakan kerja sama antara Perguruan Tinggi, industri dan Pemerintah sudah dijalankan secara baik dalam aktivitas uji terbang memakai bioavtur. Sehingga ke depan, momentum ini menjadi salah satu upaya dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berbasis riset dan inovasi.
“Keberhasilan uji terbang bioavtur ini telah menunjukkan iktikad tinggi terhadap kesanggupan kita dalam mempergunakan sumber daya domestik, utamanya minyak sawit, untuk dimanfaatkan selaku upaya membangun kemandirian energi nasional. Oleh jadinya, hal ini akan berpengaruh pada pengurangan ketergantungan energi dari impor, sehingga mampu mendorong perkembangan ekonomi”, ujar Airlangga.
Menurutnya, agar hal ini dapat terealisasikan, keekonomian Bioavtur J2.4 mesti tercukupi dengan mempergunakan segala kemudahan yang sudah diberikan oleh Pemerintah, baik terkait perpajakan mirip super tax deduction untuk riset maupun insentif non fiskal. Dengan perkiraan konsumsi avtur harian sekitar 14 ribu KL, maka peluangpasar bioavtur J2.4 akan mencapai sekitar Rp 1,1 Triliun pertahunnya.
“Tentunya akan menjadi pangsa pasar yang besar bagi pengembangan industri sawit nasional. Mengacu kepada Paris Agreement, sektor aviasi termasuk ke dalam top ten global CO2 emitter, dimana diperkirakan emisi dari sektor ini akan meningkat tajam di pertengahan kurun. Emisi CO2 dari sektor penerbangan diperkirakan menyumbang sebesar 2,1% dari kontribusi global. Sektor penerbangan internasional di bawah naungan International Civil Aviation Organization (ICAO) sudah mengeluarkan sasaran aspirasional yaitu efisiensi materi bakar sebesar 2% per tahun sampai 2050 dan meraih Carbon Neutral Growth dari tahun 2020,” kata Airlangga.