Pt Freeport Indonesia Dukung Observasi Uncen Untuk Lindungi Anjing Bernyanyi Di Pegunungan Papua

JAKARTA, TAMBANG – PT Freeport Indonesia dan New Guinea Highland Wild Dog Foundation (NGHWDF) turut mendukung observasi yang dilakukan Universitas Cenderawasih (Uncen) terhadap New Guinea Singing Dog (NGSD) di area tambang terbuka Freeport yang terletak di Pegunungan Papua.

Uncen telah merampungkan observasi fase kedua kepada NGSD atau yang diketahui penduduk lokal selaku Anjing Bernyanyi pada 2018 kemudian. Penelitian pertama dilakukan oleh Universitas Negeri Papua (UNIPA) bersama NGHWDF pada tahun 2016.

Penelitian fase kedua dilakukan selama 1 bulan tepatnya pada Agustus 2018 di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Pada 1 September 2020 lalu, hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal internasional Amerika Serikat, ialah Proceeding of the National Academy of Sciences (PNAS).

General Superintendent of Highland Reclamation and Monitoring PT Freeport Indonesia, Pratita Puradyatmika mengatakan bahwa Anjing Bernyanyi dapat didapatkan di nyaris seluruh area tambang Grasberg PTFI. Tak ayal, sejumlah karyawan yang melakukan pekerjaan di area Grasberg juga kerap menyaksikan keberadaan kawanan anjing ini dari jarak bersahabat.

“Anjing Bernyanyi sama sekali tidak menyerang insan. Sebaliknya, kawanan anjing ini berulang kali ditemukan dapat hidup dan beraktivitas berdampingan dengan para karyawan kami yang melakukan pekerjaan di sekeliling tambang terbuka,” ungkap Pratita dalam keterangan tertulis, Senin (7/3).

Menurut beliau, masyarakat lokal meyakini bahwa Anjing Bernyanyi yaitu keturunan dari nenek moyang mereka. Kearifan lokal inilah yang turut membangun rasa tanggung jawab masyarakat dan PTFI untuk menjaga dan melindungi kelestarian satwa ini.

“Sudah menjadi komitmen PTFI untuk melindungi mega bio diversitas Papua lewat banyak sekali upaya observasi dan pelestarian lingkungan. Maka dari itu, selain dengan mempertahankan habitat dan populasi Anjing Bernyanyi di area kerja kami, PTFI juga selalu mendukung upaya aneka macam pihak, tergolong Universitas Cenderawasih, untuk melakukan penelitian lanjutan demi tujuan konservasi,” imbuh Pratita.

Sementera itu, Rektor Universitas Cenderawasih, Apolo Safanpo menyebut bahwa pihaknya akan terus melaksanakan penelitian lanjutan demi mengetahui seluk beluk hewan unik ini seperti dari komponen taksonomi, kehidupan sosial, jenis perkembangbiakannya dan lain-lain dengan prinsip-prinsip ilmiah.

“UNCEN masih akan melanjutkan penelitian fase ketiga pada Mei 2021, mengingat masih ada banyak hal yang perlu kami dalami, mirip taksonomi, perkembangbiakan, kehidupan sosial, perannya dalam rantai kuliner, dan hal lain yang mampu menjadi dasar ilmiah bagi penentuan status perlindungan Anjing Bernyanyi,” ujar Apolo.

Potret Anjing Bernyanyi di Sekitar Pegunungan Papua yang Berhasil Diabadikan Tim Peneliti

Apolo kemudian menjelaskan bahwa situs observasi berada di daerah bekas tambang terbuka Grasberg milik PTFI di ketinggian 3.800 hingga 4.300 meter di atas permukaan bahari. Jauhnya lokasi dan berbagai keadaan geografis di lokasi observasi, menuurt beliau menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh tim peneliti saat merampungkan penelitian ini.

“Salah satu tantangan paling besar kami dalam mengoptimalkan penelitian ini yaitu lokasi observasi yang terpencil dengan medan perjalanan yang begitu ekstrem dan sukar ditempuh dengan kendaraan biasa. Untuk itu, kami melakukan pekerjaan sama dengan PT Freeport Indonesia yang mendukung observasi ini dengan menawarkan aneka macam fasilitas pendukung dan transportasi, utamanya untuk membantu kami mencapai medan yang begitu sulit ditempuh di area kerja PTFI,” lanjut Apolo.

Mirip dengan Anjing Dingo Australia

Penelitian fase kedua dilaksanakan untuk menganalisis kekerabatan genetik antara Anjing Bernyanyi dengan anjing liar lain yang hidup di dataran tinggi Papua (highland wild dog). Selama 2 pekan memantau dengan perangkap berkamera (camera trap), tim peneliti sukses merekam 18 ekor Anjing Bernyanyi.

Penelitian juga dilakukan dengan menghimpun sampel darah, kulit, dan rambut anjing untuk menganalisis ciri fisik, demografi, dan perilaku dari binatang tersebut. Hasil observasi memperoleh bahwa Anjing Bernyanyi memiliki sejumlah kemiripan dengan anjing liar di Pegunungan Papua serta dengan Dingo yang berhabitat di Australia.

Anjing Bernyanyi mampu dimengerti dengan rambut yang lebih tebal dan ukuran badan relatif lebih kecil dibandingkan anjing liar yang lain, adalah tinggi sekitar 45 cm untuk anjing jantan dan 37 cm untuk anjing betina, dengan panjang badan sekitar 65 cm untuk jantan dan 55 cm untuk betina.

Hewan ini hidup dalam kawanan kecil, dengan jumlah sekitar 2 sampai 3 ekor dalam satu kalangan. Hal lain yang juga membedakan anjing ini dengan anjing yang lain ialah dari cara mereka berkomunikasi ialah dengan melolong bukan dengan menggonggong.

Lolongan unik yang menjamah melodi rendah sampai tinggi inilah yang menciptakan masyarakat setempat menyebut binatang ini dengan nama Anjing Bernyanyi. Meski demikian, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan banyak hal, tergolong untuk memikirkan secara ilmiah status perlindungannya. Tim peneliti menjelaskan bahwa hewan ini perlu dijaga kelestariannya lantaran belum masuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi.