Jakarta, TAMBANG – Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, Bahlil Lahadalia mencabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batu bara. Angka ini terhitung semenjak 24 April 2022.
“Tertanggal 24 April yang sudah kami tandatangani perizinan yang telah dicabut sebesar 1118. Dari 1.118 IUP tersebut, total luas areal yang dicabut sebesar 2.707.443 hektar,” kata Bahlil dalam keterangan pers, dikutip Selasa (26/4).
Bahlil merinci, 1.118 IUP tersebut terdiri dari 102 IUP nikel, atau setara dengan 161.254 hektar. Kemudian 271 IUP batu bara atau setara dengan 914.136 hektar, 14 IUP tembaga atau setara dengan 51.563 hektar.
Selanjutnya, 50 IUP bauksit atau setara dengan 311.294 hektar, 237 IUP timah atau setara dengan 374.031 hektar. Kemudian 59 IUP emas atau setara dengan 529.869 hektar dan 385 IUP mineral lainnya atau setara 365.296 hektar.
“Kenapa hingga izin ini dicabut? sebab pemerintah menurut data yang ada, terindikasi IUP-IUP ini diberikan terhadap pihak pengusaha tapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Contoh, IUP ini digunakan untuk digadaikan di bank, ini gak boleh,” ujarnya.
Kasus lain yang sering terjadi di lapangan, kata Bahlil, yaitu perusahaan seringkali memperjualbelikan IUP. Ada juga perusahaan yang menyebabkan IUP selaku jaminan di pasar keuangan tanpa diimplementasikan sebagaimana sebaiknya.
“Ini yang melatarbelakangi. Kerana cita-cita kita dengan diberikannya izin ini maka kita mampu mengacu proses percepatan kemajuan ekonomi, mengembangkan hilirisasi, dan sekaligus untuk menciptakan nilai tambah pada daerah-kawasan kemajuan ekonomi baru di seluruh wilayah NKRI,” bebernya.
Alasan lain yang berdasarkan Bahlil banyak dijalankan pebisnis yakni mereka telah punya IUP tapi tidak mengelola Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Katanya, pencabutan juga berlaku terhadap perusahaan yang IUP-nya ada, IPPKH-nya ada namun tidak merampungkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
“IUP-nya ada tetapi tidak mengurus IPPKH, jadi dilama-lamain tuh, 6 tahun 7 tahun hingga bahkan ada yang puluhan tahun. IUP-nya ada IPPKH-nya ada tapi tidak mengurus RKAB-nya,” jelasnya.
“Nah ini sebab ada niat-niat tertentu mau jual mau apa gitu kan. Ketiga, IUP-nya ada, IPPKH-nya ada, RKAB ada tapi tidak jalan-jalan. Ini umumnya kelemahan keuangan,” imbuhnya.
Sebagai info, data pencabutan IUP yang mencapai 1.118 ini merupakan bab dari pencabutan 2.078 IUP yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada permulaan Januari lalu. Dengan kata lain, progres pencabutan baru meraih 53,8 persen dari sasaran.