Jakarta,TAMBANG, Energi tenaga surya menjadi salah satu andalan Pemerintah dalam mengakselerasi kemajuan EBT di Indonesia. Hal ini ditegaskan kembali oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Tidak cuma itu, energi surya juga menjadi jalan mentransformasi keperluan energi bersih di masa mendatang. Pemerintah pun tengah bergerak cepat dengan melaksanakan tiga pendekatan biar pengembangan listrik tenaga surya bisa berkembang lebih cepat.
“Matahari ini kan ada di manapun. Dari segi potensi, matahari ini sangat menolong menuju net zero emission. Bisa dibilang surya merupakan pilihan ekspansi (EBT) yang tak terbatas,” jelas Dadan dikala diskusi virtual bertajuk Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia yang diselenggarakan oleh IESR pekan kemudian.
Dalam proses pengembangan PLTS ini, Pemerintah mempunyai tiga pendekatan. Pertama, PLTS Skala Besar dengan target pembangunan 4,68 Giga Watt (GW) setara dengan reduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,97 juta ton CO2e. Selanjutnya, sasaran PLTS Terapung di 271 lokasi setara 26,65 GW dengan reduksi emisi GRK sebesar 39,68 juta ton CO2e.
“Kita telah punya acuan yang baik dari PLTS Terapung Cirata dan kita ingin memiliki proyek kelanjutannya. Apalagi info dari pengadaannya hampir minim,” ujar Dadan.
Pendekatan terakhir ialah pengembangan PLTS Atap dengan target mencapai 3,61 GW atau setara menurunkan emisi GRK 5,4 juta ton CO2. “Kami telah melaksanakan kajian menyaksikan dari sisi pemanfaatan ekspor-impor dengan prinsip 1:1,” beber Dadan.
Dadan meluruskan mekanisme ekspor-impor listrik PLTS Atap dengan prinsip dimaksud. Berdasarkan hasil survei internal, hasil buatan listrik dari PLTS Atap tidak seluruhnya masuk ke jaringan PT PLN (Persero). “Misalnya dari bikinan listrik 100 kWh, jikalau di rumah tangga cuma 24% masuk ke PLN. Sementara untuk industri, angkanya lebih kecil lagi antara 5-8% sebab di produksi sendiri,” tegasnya.
Ia pun menampik sketsa ekspor-impor PLTS Atap yang dinilai dapat finasial PLN terganggu. “Makara PLN bukan mengalami kerugian, tetapi sisi pendapatannya menyusut. Pemerintah telah menjumlah itu. Makanya kami dorong untuk melakukan perbaikan dari segi jam operasi pembangkit,” ungkap Dadan.
Melalui proses pendekatan tersebut, pemerintah meyakini bahwa pangsa pasar PLTS akan berkembang lebih cepat sehingga membantu percepetan bauran EBT 23% di 2025. “Saya punya iman jikalau kita punya market 500 MW setahun di dalam negeri. Industri hulunya akan masuk ke sini dan di ketika yang serupa mampu mengembangkan dari segi Tingkat Komponen Dalam Negeri,” harap Dadan.
Dadan mengungkapkan, sementara ini rencana penambahan kapasitas PLTS dalam draf RUPTL 2021-2030 setidaknya meraih sekitar 5 gigawatt (GW). “Dari segi kapasitas memang ini masih didiskusikan yang masuk RUPTL berapa GW, tapi angkanya telah di 5 GW akan masuk di RUPTL untuk 10 tahun ke depan,” ujarnya.
Sejumlah upaya untuk menjawab tantanggan pengembangan PLTS yaitu menciptakan pasar PLTS dengan meningkatkan kapasita pengembangan PLTS dalam kebijakan dan perencanaan, meningkatkan kualitas modul surya bikinan dalam negeri lewat SNI Wajib sesuai Permen ESDM No 2/2021, dan bersama Kementerian Perindustrian melaksanakan fasilitasi terkait kebijakan TKDN antara pengembang dan industri dalam negeri.